Jakarta, tvOnenews.com - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama Densus 88 Antiteror mengungkap perekrutan anak-anak dan pelajar oleh jaringan teroris melalui Media sosial dan game daring.
Dari hasil operasi, lima orang telah diamankan, dua di antaranya berperan sebagai perekrut anak untuk dijadikan calon pelaku teror.
Para pelaku berinteraksi dengan korban hanya melalui internet, kemudian memasukkan mereka ke dalam grup komunikasi tertutup yang tidak bisa diakses publik. Di ruang tertutup itulah anak-anak diberikan doktrin ideologi radikal.
BNPT menyebut kerentanan anak-anak ini dipengaruhi faktor internal, seperti menjadi korban bullying hingga masalah keluarga.
Densus 88 mencatat lebih dari 110 anak teridentifikasi terpapar paham radikal sepanjang 2025. Mayoritas berasal dari Jawa Barat dan DKI Jakarta.
Semua anak yang terpapar kini ditangani bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, KPAI, serta Kementerian Sosial.
Kadiv Humas Polri menyebut tren perekrutan kini bergeser ke ruang digital. Konten propaganda, termasuk yang berkaitan dengan kelompok ISIS di Afrika, disebarkan secara terbuka di media sosial sebelum korban diarahkan ke platform tertutup seperti Discord, WhatsApp, atau ruang obrolan dalam game daring.
Komisioner KPAI menilai lemahnya fungsi keluarga dan rendahnya literasi digital turut memperbesar risiko anak terjerat doktrin radikal.
KPAI juga mendorong pengesahan RUU Pengasuhan yang telah tertunda lebih dari satu dekade sebagai upaya memperkuat perlindungan anak dari paparan bahaya di ruang digital.
Pengamat terorisme menyebut banyak konten kekerasan, termasuk propaganda ISIS maupun komunitas ekstrem lain, masih beredar di platform digital.
Pemerintah didorong lebih tegas menekan penyedia layanan digital agar memperketat sistem penyaringan konten berbahaya.
BNPT dan Densus 88 memastikan patroli siber terus diperkuat untuk mencegah perekrutan anak melalui media digital dan memutus jaringan yang memanfaatkan kerentanan psikologis anak sebagai sasaran.