Sebelum Maarten Paes, Ada Arnold van der Vin: Pemain Naturalisasi Pertama Timnas Indonesia yang Pernah Bawa Persija Juara
- Kolase tvOnenews.com | Instagram Maarten Paes - X @herman6xx
tvOnenews.com - Sebelum nama Maarten Paes mencuri perhatian publik sebagai kiper naturalisasi Timnas Indonesia, sejarah sepak bola Merah Putih sebenarnya telah lama punya seorang pelopor.
Dialah Arnold van der Vin, penjaga gawang jangkung kelahiran Semarang yang dianggap sebagai pemain naturalisasi pertama dalam sejarah Timnas Indonesia.
Jauh sebelum program naturalisasi modern berkembang, Van der Vin sudah lebih dulu memilih Indonesia sebagai tanah air, membela Persija Jakarta hingga membawa klub tersebut meraih gelar juara.
Nama Arnold van der Vin mungkin tak lagi sering disebut ketika membicarakan sejarah panjang sepak bola Indonesia.
Namun, jauh sebelum era naturalisasi modern yang dimulai pada dekade 2010-an, sosok bertubuh jangkung ini telah lebih dulu membuka jalan.
Ia bukan hanya penjaga gawang yang tangguh, tetapi juga figur penting dalam perjalanan naturalisasi sepak bola Indonesia.
Yuk simak bagaimana kisah selengkapnya.
Lahir di Semarang dan Tumbuh di Tengah Sistem Sepak Bola Kolonial
- X @herman6x
Arnold Wouter van der Vin lahir di Semarang pada masa Hindia Belanda, diperkirakan sekitar tahun 1924.
Sebagai Indo-European, ia hidup di lingkungan yang sarat nuansa Eropa, termasuk dalam urusan sepak bola.
Bakatnya digembleng sejak muda di klub Excelsior Surabaya, sebuah tim papan atas yang beranggotakan orang-orang Belanda.
Dengan postur hampir 194 cm, ia berkembang sebagai kiper dengan teknik dan disiplin khas Eropa.
Excelsior menjadi rumahnya hampir satu dekade, dari 1939 hingga kompetisi khusus etnis Eropa dibubarkan pada 1948 menyusul perubahan politik pasca-kemerdekaan Indonesia.
Memilih Indonesia di Tengah Gejolak Politik
Proklamasi Kemerdekaan 1945 membuka babak baru bagi jutaan orang di Nusantara, termasuk komunitas Indo-Eropa.
Ketegangan pasca-perang, periode “Bersiap”, hingga kebijakan hak opsi setelah Konferensi Meja Bundar 1949 membuat mereka harus menentukan masa depan: antara tetap menjadi warga negara Belanda atau mengambil kewarganegaraan Indonesia.
Di saat sebagian besar Indo-Eropa meninggalkan tanah kelahiran mereka, Van der Vin memilih jalan berbeda.
Ia menetap, mengabdikan kariernya untuk klub-klub Indonesia, dan secara sadar memutuskan bahwa Indonesia adalah rumahnya.
Keputusan tersebut diperkuat ketika ia menjadi mualaf dan menikahi wanita Indonesia bernama Siagian Toeti Kamaria. Ini merupakan langkah besar bagi proses integrasinya secara sosial dan budaya.
Bersinar di Persija dan Mengukir Nama di Timnas Indonesia
Setelah meninggalkan Excelsior, Van der Vin hijrah ke Jakarta dan bergabung dengan Persija pada 1948.
Di klub ini, ia mencapai salah satu puncak kariernya: membawa Macan Kemayoran meraih gelar Perserikatan pada 1954.
Penampilannya yang solid dan karismatik di bawah mistar membuatnya menjadi salah satu kiper paling disegani di Indonesia.
Kemampuannya mengantarkan Van der Vin ke Timnas Indonesia.
Ia melakukan debut tak resmi pada 27 Juli 1952 dalam laga melawan South China AA, di mana Indonesia menang 1-0.
Di era 1950-an, ia menjadi bagian dari generasi emas awal sepak bola Indonesia bersama nama-nama seperti Ramang, Maulwi Saelan, dan Tan Liong Houw.
Salah satu momen paling dikenang adalah ketika ia dipasang sebagai starter dalam laga akbar melawan Yugoslavia XI pada 26 Agustus 1953 di Lapangan Ikada, disaksikan sekitar 50 ribu penonton.
Meski Indonesia kalah, performa Van der Vin tetap dipuji dan menambah reputasinya sebagai tembok kokoh Garuda.
Namun, tidak semua berjalan mulus. Kebijakan anti-Belanda yang diterapkan Presiden Soekarno pada awal 1950-an membuatnya tak bisa membela Timnas di Asian Games 1954.
Situasi politik memaksanya kembali ke Belanda untuk sementara.
Jejak di Eropa: Pemain Indonesia Pertama di Liga Belanda
Kepulangannya ke Negeri Kincir Angin justru membuka babak bersejarah lainnya.
Pada pertengahan 1955, Arnold van der Vin tercatat sebagai pemain Indonesia pertama yang merumput di Liga Belanda.
Ia direkrut Fortuna ’54 (cikal bakal Fortuna Sittard) untuk menggantikan Frans de Munck, kiper utama Timnas Belanda yang cedera.
Meski hanya sebulan karena masa cuti yang habis, kontribusinya signifikan: dua laga awal ia lalui tanpa kebobolan.
Pada 24 Mei 1955, ia bahkan tampil menghadapi Everton yang sedang tur Eropa. Meski Fortuna kalah 1-2, Van der Vin mendapat pujian media Belanda berkat ketenangan dan distribusi bolanya, bahkan terlibat dalam proses gol tunggal tim.
Ada pula rumor ia sempat tercatat sebagai pemain Ajax Amsterdam, meski belum ada bukti resmi yang mengonfirmasi penampilannya.
Kembali ke Asia: PSMS, Penang FA, dan Jejak Prestasi
Setelah periode singkat di Eropa, Van der Vin kembali ke tanah Asia. Ia memperkuat PSMS Medan sebelum menyeberang ke Malaysia untuk membela Penang FA pada 1956–1961.
Selain itu, ia turut membawa tim Sumatera Utara meraih medali emas PON IV di Makassar pada 1957.
Di Timnas Indonesia, ia dikenal sebagai kiper kedua yang sukses mempersembahkan kemenangan bagi tim nasional, setelah Mo Heng Tan.
Reputasinya sebagai kiper tangguh hidup lama setelah masa keemasannya berlalu.
Sebutan “pemain naturalisasi pertama Indonesia” yang melekat padanya memang memicu perdebatan, karena konteks kewarganegaraan kala itu berbeda dari proses naturalisasi modern.
Namun, status tersebut tidak mengurangi makna historisnya.
Ia membuktikan bahwa naturalisasi bukanlah fenomena baru, melainkan bagian dari sejarah panjang sepak bola Indonesia sejak lahirnya republik ini.
Arnold van der Vin mungkin tak sepopuler para pemain keturunan masa kini, tetapi jejaknya tetap tak tergantikan.
Ia adalah kiper legendaris yang dengan setia memilih Indonesia, mengantar Persija meraih kejayaan, membawa nama Garuda di level internasional, hingga membuka jalur bagi pemain-pemain Indonesia untuk tampil di Eropa.
(tsy)
Load more