Kiamat Media Sosial: Saat Remaja Australia Dipaksa Offline, Indonesia Masih Terjebak Scroll Tak Berujung
- Dok Freepick
Di Indonesia, respons masih reaktif. Ada regulasi seperti UU ITE, tapi implementasinya lemah.
Kementerian Kominfo pernah blokir konten negatif, tapi tanpa batas usia ketat seperti Australia.
Ini bukan soal melarang total, tapi mengelola new media sebagai alat komunikasi yang bertanggung jawab.
Australia membuktikan bahwa intervensi dini bisa menyelamatkan generasi. Di Indonesia, tragedi seperti kasus Tilly tak boleh direplikasi.
Bagaimana jika Indonesia mengadopsi model serupa? Batas usia 16 tahun untuk akun media sosial dikombinasikan kampanye nasional "Digital Sehat" yang edukatif.
Universitas Muhammadiyah Malang, melalui penelitian mahasiswanya pada Maret 2025, sudah menyoroti bagaimana perbandingan diri di media sosial memicu kecenderungan negatif.
Solusinya kurikulum sekolah yang integrasikan literasi digital plus kolaborasi dengan platform, seperti TikTok, untuk fitur parental control yang lebih ketat.
Di Jurnal Pendidikan Dasar Unpas Juni 2025, peneliti menekankan keseimbangan mental di era digital: Media sosial punya sisi positif seperti komunitas dukungan, tapi negatifnya perkembangan sosial terganggu jika tak terbiasa dengan teknologi secara bijak. Maka dari itu harus diimbangi regulasi.
Survei Jagat Review April 2025 menunjukkan 45% remaja mengakui dampak buruk pada tidur, tapi hanya sedikit yang punya tools untuk lepas.
New media bukan musuh, tapi senjata bermata dua yang butuh pedoman etis.
Australia memilih Christmas Unplugged atau libur Natal tanpa notifikasi untuk reset mental remaja.
Indonesia mungkin bisa mulai dengan "Hari Tanpa Scroll" nasional didukung influencer yang promosikan konten autentik, bukan filter sempurna.
Pemerintah harus lobi platform global untuk verifikasi usia yang ketat, sementara orang tua dilatih manajemen komunikasi digital.
Tanpa itu, kiamat media sosial bukan lagi isu Australia.
Cerita Emma Mason mengingatkan kita jika melindungi remaja bukan tentang mematikan lampu, tapi menyalakan cahaya alternatif dengan cara interaksi langsung dan percakapan terbuka.
Saat Australia memasuki era pembatasan media sosial untuk anak muda, Indonesia punya peluang belajar: Jangan biarkan algoritma mendikte masa depan generasi Z.
Waktunya bertindak sebelum terlambat. Karena di balik layar itu ada nyawa yang menunggu diselamatkan.
Load more