Kiamat Media Sosial: Saat Remaja Australia Dipaksa Offline, Indonesia Masih Terjebak Scroll Tak Berujung
- Dok Freepick
Anak-anak menghabiskan 40% lebih banyak waktu di platform sosial yang berkontribusi pada penurunan prestasi akademik dan interaksi sosial.
Emma bukanlah satu-satunya yang menyalurkan suara. Ribuan orang tua bergabung dalam sebuah petisi didukung data dari eSafety Commissioner yang mencatat 20% remaja Australia mengalami cyberbullying.
Kritikus menyebut ini terlalu ekstrem: Bagaimana dengan hak privasi dan kebebasan berekspresi?
Namun, bagi pemerintah setempat, manfaatnya jelas.
Sementara itu, di Indonesia—negara dengan 170 juta pengguna media sosial tertinggi keempat di dunia—masih bergulat dengan "kiamat" yang sama, tapi tanpa rem yang sekuat Australia.
Rina, seorang siswi SMA di Jakarta, setiap malam scroll salah satu platform media sosial hingga larut.
Dia mengaku membandingkan kulitnya yang "kurang glowing" dengan influencer berwajah sempurna.
"Aku merasa jelek terus," ceritanya dalam survei Mum.id tahun 2025 di mana 96,4% remaja Gen Z mengaku kesulitan mengatasi stres dari media sosial.
Di sini dampaknya tak lagi abstrak. Penggunaan media sosial naik 200% sejak pra-pandemi dan tren ini diprediksi bertahan hingga 2025.
Ini membuat aktivitas luar ruangan remaja turun drastis setelah melebihi dua jam sehari.
Indonesia bukan asing dengan badai new media. Salah satu platform media sosial disebut-sebut menjadi sumber utama paparan konten negatif: body shaming, kekerasan digital, dan tantangan berbahaya yang mendorong kenakalan remaja.
Penelitian Universitas Airlangga tahun 2025 menyoroti bagaimana algoritma platform tersebut memperburuk kesehatan mental dengan remaja terpapar standar kecantikan palsu yang memicu perbandingan sosial negatif dan kecemasan.
Survei Kompas pada Februari 2025 mengungkap bahwa banyak anak Indonesia mengalami gangguan jiwa akibat bullying online atau ajakan bunuh diri yang viral.
Di Poltekkes Pangkal Pinang, studi Juli 2025, menemukan screentime berlebih memicu citra diri rendah dengan 45% remaja melaporkan gangguan tidur dan 40% penurunan produktivitas.
Jurnal ResearchGate Agustus 2025 bahkan menghubungkan media sosial dengan peningkatan kenakalan remaja, termasuk kekerasan digital yang naik signifikan sejak 2024.
Perbedaan dengan Australia terletak pada pendekatan. Di sana pemerintah bertindak preemptif dengan larangan didahului edukasi cyber safety dan penguatan undang-undang anti-bullying meski sempat menuai protes dari remaja yang khawatir isolasi.
Load more