KETIKA publik ramai memperbincangkan kasus pagar laut, muncul reaksi bahwa kasus itu tak hanya terjadi di perairan Tangerang, tapi juga di berbagai daerah lain di Tanah Air kita. Laksana puncak gunung es yang menjulang tinggi di tengah samudera, monopoli pemafaatan ruang sebetulnya telah lama terpendam dan dibiarkan.
Kasus itu telah memberikan momentum untuk melakukan koreksi total terhadap penguasaan ruang darat dan laut di berbagai daerah oleh segelintir orang yang melanggengkan oligarki politik-ekonomi, termasuk monopoli lahan yang memangkas kawasan pertanian.
Sawah dan ladang yang dulunya menguning kini berubah fungsi di banyak daerah. Petani semakin tergeser, bahkan merosot menjadi buruh tani, sementara setiap keluarga petani hanya memiliki tanah 0,5 hektar. Padahal menurut berbagai sumber, satu persen penduduk di lapisan teratas menguasai 75% lahan di negeri ini, sisanya 25% diperebutkan oleh 99% penduduk.
Ketimpangan yang sangat mencolok itu adalah potret pengabaian demokrasi ekonomi. Padahal, bumi, air, dan kekayaan alam seharusnya digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sesuai Pasal 33 konstitusi. Itu berarti seharusnya UMKM dan koperasi diprioritaskan sebagai soko guru yang kuat bagi perekonomian nasional—cita-cita luhur para founding fathers kita yang disadari atau pun tidak, sedang dikhianati.
Paradigma trickle-down effect perlu dibalik, untuk menumbuhkan perekonomian dari bawah, agar target pertumbuhan 8% yang direncanakan Presiden Prabowo bisa dicapai secara berkualitas. Sebab target tersebut baru bisa berdampak jika menghadirkan economic jutice untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat, mengatasi pengangguran, memberantas kemiskinan, dan menghapus disparitas sosial.
Perlu pula ada strategi baru untuk menutup kondisi hollow middle, dengan melahirkan sebanyak mungkin pelaku ekonomi kelas menengah yang dapat memperkuat perekonomian dalam negeri. Di era Prabowo kita perlu mulai beralih menjadi entrepreneurial society untuk menghadirkan qualitative growth yang menghapus jurang pemisah antara angka-angka statistik yang menghibur dan realitas kehidupan masyarakat yang menyedihkan.
Raymond Wen-Yuan Kao, professor emeritus di Ryerson University katakan, “It may take a revolution to gain political freedom, but it only needs entrepreneurship to gain economic freedom.” Dengan prinsip itu maka entrepreneurship dapat menjadi mesin penggerak perubahan menuju kemandirian dan demokrasi ekonomi, termasuk menggerakkan masyarakat di 75.753 desa di Tanah Air untuk menghasilkan nilai tambah demi meningkatkan kesejahteraan.
Load more