Revolusi Sepak Bola dan Nasionalisme Kita
- tim tvonenews
- tvOnenews/Denden Ahdani
Namun, demikian, pada akhirnya saya menyerah ketika sejumlah teman masa kecil meminta saya mengelola klub yang sudah hampir karam tersebut. Saya akhirnya mengiyakan karena saya pernah jadi fans klub yang telah berusia 21 tahun itu. Saya merasa punya ikatan sejarah, memori kolektif dan arsiran pengalaman yang sama dengan Persikotas.
Rasanya belum lama saya ikut mengelu elukan klub kebanggaan kota Tasikmalaya ini ketika menjadi Juara Liga 3 Liga Indonesia pada 1998 atau Juara Liga Nusantara Jawa Barat pada 2016. Tak ayal, saya merasa sejarah Persikotas adalah sejarah pertumbuhan saya sebagai warga Tasikmalaya. Apalagi ternyata klub ini masih punya basis pendukung yang loyal. Beberapa kali bertemu dengan pengurus lama untuk membahas menghidupkan lagi klub dari mati surinya yang berkepanjangan, saya berhadapan dengan supporter yang setia, mereka mereka yang berperan sebagai layaknya pemain ke 13 di stadion.
Namun, setelah bertungkus lumus saya jadi tahu memang tak ada yang instan--selain hidangan cepat saji di restoran--- ketika kita sudah mengurus klub sepak bola. Mengelola klub di sebuah negara yang sepak bolanya belum jadi bisnis kita harus rela mengurusi hampir segala hal. Kita tak hanya mencari pemain dan pelatih yang mumpuni, tapi juga mencari lokasi berlatih, menyusun jadwal latihan, mencari sponsor, membuat jersey, mengurus jadwal dan perizinan pertandingan, hingga mengelola supporter. Belum lagi sebagai orang yang dituakan kita harus ikut merawat, menjaga ego dan mood pemain. Terus terang sebagai professional saya belum pernah mengalami interaksi sedalam dan sekompleks pengelolaan klub sepak bola.
Yang tersulit tentu saja adalah urusan finansial. Saya harus ketat menjaga arus pemasukan dan pengeluaran uang. Bukan apa apa, sebuah klub yang sehat dan berprestasi harus didukung kekuatan finansial yang cukup.
Padahal kita tahu sumber pemasukan klub di Indonesia masih sangat terbatas. Jika di Eropa klub mendapatkan sokongan dana yang cukup dari sponsorship, hak siar televisi, tiket pertandingan hingga merchandise. Bagi Persikotas kami masih mengais ngais sponsor, tiket dan sedikit penjualan merchandise.
Load more