Bulan-bulan ini, Tim Perancang presiden terpilih Prabowo membahas konvergensi visi politiknya dengan Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2025-2029. Hasilnya akan melandasi kebijakan, program dan penganggaran pembangunan menuju Visi Indonesia Emas 2045, yakni Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan.
Pertanyaannya, seperti apa postur sektor kesejahteraan sosial dan apa peran sentral profesi Pekerjaan Sosial.
Premis utamanya adalah bahwa Pemerintah Prabowo memerlukan Pekerja Sosial sebagai pelaku utama pada sektor pelayanan sosial seperti diatur pada Undang-Undang nomor 14 tahun 2019.
Masyarakat Indonesia, melalui survei persepsi BAPPENAS, melihat masih perlunya penurunan kemiskinan; perbaikan bantuan sosial bansos dan subsidi. Tinjauan kinerja Pemda mengindikasikan perlunya perbaikan dan penguatan sistem pelayanan terpadu melalui peningkatan struktur pelayanan dasar. Disamping itu, bacaan Megatrends termasuk pesatnya urbanisasi, transformasi digital, penuaan penduduk, dan bencana kegagalan adaptasi iklim.
Dalam konteks ini kesejahteraan sosial, dalam arti luas mencakup kesehatan, pendidikan, dan pembangunan dan pelayanan sosial, menjadi realisasi narasi dan politik Prabowo-Gibran. Prabowo-Gibran yang menjanjikan peningkatan kesejahteraan ibu dan anak, mendorong sekolah-sekolah unggulan, dan gimmick utamanya, yaitu makan siang gratis.
Setelah menang pemilu, Tim Perancang Prabowo-Gibran harus melakukan konversi janji kampanye menjadi RPJMN. Saat ini mereka disodori rancangan teknokratik yang arah kebijakan pada sektor kesejahteraan sosial adalah penguatan fondasi transformasi sosial. Tema pembangunan termasuk pemenuhan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial untuk mengatasi isu-isu strategis seperti penuntasan kemiskinan, pendayagunaan sistem Registratsi Sosial ekonomi (Regsosek) dan perlindungan sosial adaptif yang terintegrasi dan menyeluruh.
Sasarannya adalah pertumbuhan ekonomi rata-rata 5.6 - 6.1% tiap tahun dan, dalam konteks itu, kesejahteraan sosial yang menyasar peningkatan cakupan kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan; dan peningkatan persentase penyandang disabilitas di sektor formal. Ini dirancang akan dicapai melalui, antara lain, penguatan infrastruktur data melalui Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek); penguatan pelindungan, jaminan, dan pemberdayaan masyarakat ; inklusi disabilitas, lanjut usia, dan kelompok rentan; dan reformasi perluasan Sistem Jaminan Sosial Nasional (S/SN) dan penguatan Jamsostek.
Tim Perancang Prabowo - Gibran perlu melakukan kalkulasi bagaimana menjadikan profesi Pekerjaan Sosial sebagai motor penggerak transformasi sosial yang melibatkan perubahan sosial yang komprehensif, mendalam dan berkelanjutan. Sebagai salah satu profesi pertolongan, Pekerjaan Sosial merupakan profesi berbasis praktik dan merupakan disiplin akademis berlandaskan prinsip-prinsip keadilan sosial, hak asasi manusia, tanggung jawab kolektif dan penghormatan terhadap keberagaman. Misinya termasuk mendorong perubahan sosial, kohesi sosial, serta pemberdayaan dan pembebasan masyarakat.
Terkait Intervensi pada Rancangan Teknokratik RPJMN, yaitu penguatan pelindungan, jaminan, dan pemberdayaan masyarakat ; inklusi disabilitas, lanjut usia, dan kelompok rentan, Tim Perancangan perlu melanjutkan langkah Presiden Jokowi yang melalui Undang-Undang Pekerja Sosial, sudah memproyeksikan bahwa permasalahan kesejahteraan sosial perlu ditangani melalui praktik pekerjaan sosial yang profesional, terencana, terpadu, berkualitas, dan berkesinambungan untuk memperbaiki dan meningkatkan keberfungsian sosial.
Suatu proposisi sentral pada rancangan teknokratik adalah pendekatan ekonomi perawatan. Ini paralel dengan peluncuran Peta Jalan Ekonomi Perawatan Indonesia 2025-2045 oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak pada akhir Maret yang baru lalu, dan paradigma sehat UU Kesehatan yang menekankan pencegahan dan memperkuat akses dan efisiensi layanan kesehatan dari promotif sampai rehabilitatif dan paliatif dengan menekankan self-care, long-term care, dan perawatan berbasis keluarga dan komunitas.
Meskipun headline Ekonomi Perawatan adalah mewujudkan dunia kerja yang transformative, inklusif gender, adil dan setara, sub-textnya adalah formalisasi pengasuhan dan perawatan orang-orang rentan yang tadinya di ranah domestik, dan komodifikasi menjadi unsur ekonomi .
Sementara para teknokrat menyempurnakan aspek ekonominya, para birokrat menyusun aspek penyelenggaraanya, Tim Perancang Prabowo-Gibran perlu merancang teknis operasionalnya. Ini termasuk menyusun mekanisme mendukung, menstandarkan dan mensupervisi, pengasuhan dan perawatan kelompok rentan. Misalnya kepada ibu-ibu pengasuh anak pra-PAUD, warga rumah tangga pengasuh disabilitas, dan penyandang penyakit kronis, dan anak-anak pengasuh dan perawat lansia, yang jumlahnya meningkat drastis.
Tim Perancangan Prabowo-Gibran perlu memfaktorkan Pekerja Sosial sebagai intermediary, pelaku pelaksana, dan operator teknis ekonomi perawatan di lapangan. Pekerja Sosial dengan kompetensi case management membantu para pengasuh domestik, yang pada umumnya perempuan, dan penduduk rentan yang tinggal sendirian, berinteraksi dengan sistem formal. Mereka menjembatani interaksi dengan standar kinerja, akuntabilitas, dan transaksi finansial- administratif. Pekerja Sosial juga, antara lain, menghubungkan para pengasuh dengan sistem sumberdaya, pemberdayaan komunitas, penyediaan dukungan teknis dan supervisi, dan pelaksanaan intervensi pada kejadian krisis.
Di Indonesia, profesi Pekerjaan Sosial sudah mempunyai landasan perundangan, sudah ada jabatan fungsional yang ragamnya dapat terus dikembangkan, dan sudah mempunyai Independen Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI) dengan DPD di semua provinsi sebagai wadah berhimpun. Terdapat lebih dari 30 perguruan tinggi pencetak sarjana kesejahteraan/pekerjaan sosial, sistem uji kompetensi nasional sertifikasi profesi, mekanisme sumpah profesi dan penerbitan Surat Tanda Registrasi (STR), sementara Undang-Undang Pekerja Sosial mengamanatkan penerbitan Surat Izin Praktik Pekerja Sosial (SIPPS) untuk praktik mandiri, kepada Pemerintah Daerah.
Tim Perancangan Prabowo-Gibran perlu melibatkan organisasi profesi ini untuk ikut merancang akselerasi pendayagunaan Pekerja Sosial, misalnya melalui revitalisasi skema nasional Pusat Kesejahteraan Sosial (Puskesos) sebagai padanan Puskesmas; program nasional “Satu Desa satu Pekerja Sosial”; dan penempatan Pekerja Sosial pada UPTD-UPTD Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak, penggerak swadaya masyarakat di Kemendesa, dan banyak lagi inovasi birokrasi lainnya.
Sementara IPSPI itu menyiapkan kerangka kerja pemberdayaan Pekerja Sosial dalam konteks RPJMN 2025-2029 sebagai potensi sentral untuk dimobilisasi guna memastikan perlakuan yang adil, inklusif gender, dan setara bagi orang-orang rentan dalam ranah pengasuhan dan perawatan menuju Visi Indonesia Emas 2045.
Penulis: Dr. Puji Pujiono, MSW. Ketua Umum DPP Independen Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI)
Load more