Meski tensi politik belum mencapai titik kulminasi. Panggung politik lokal kian memanas seiring dengan tahapan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2024. Termasuk di Kabupaten Jember. Tahapan yang relatif kompleks bercampur rumit adalah tahapan kandidasi sebagai fase yang krusial karena terkait dengan penentuan sosok kandidat calon. Tetapi meski tahapan kandidasi masih belum tuntas, manuver elit politik dan agresivitas gerakan politik kian masif diumbar ke publik demi untuk memenuhi kebutuhan politik berupa dukungan elektoral dari pelbagai kekuatan politik dan elemen masyarakat. Safari politik dan penjajakan koalisi di antara elit partai dilakukan nyaris tanpa jeda. Setidaknya manuver elit politik itu bisa menormalisasi hubungan (relasi) politik yang sempat “tegang” bahkan mungkin "renggang" imbas politik pemilihan presiden kemaren. Tetapi sejatinya itu tidak jadi soal, sebab yang terpenting dari agenda konsolidasi elit adalah konsensus politik, mencari titik temu, menyamakan persepsi dan pandangan politik untuk tujuan penjajakan koalisi.
Dalam konteks itu, realitas dan konfigurasi politik yang terjadi sangat mungkin terprediksi meski menyimpan mesteri. Artinya, teka-teki terkait peta kandidasi bakal calon bupati Jember 2024 paling tidak mulai terbaca dan terpetakan meski sangat mungkin itu bisa berubah dalam hitungan detik karena sebatas kalkulasi prediktif.
Deklarasi dukungan dari pelbagai elemen masyarakat dan konsolidasi politik yang kian masif dilakukan elit partai adalah 'sinyal' politik bahwa mesin partai dan elit telah bergerilya, bergerak cepat dari hulu ke hilir untuk memenangkan kontestasi. Karena itulah, para petarung (kontestan) terus berpacu dengan waktu, mundar-mandir memburu rekomendasi (tiket) partai, dengan mengikuti penjaringan bakal calon bupati dan bakal calon wakil bupati yang digelar sejumlah partai politik. Proses kandidasi ini adalah tahapan awal bagi kontestan politik sebelum akhirnya resmi dan final diajukan ke KPUD Jember.
Pun saat yang sama, nyaris semua partai politik yang memiliki kursi di DPRD Jember melakukan penjaringan bakal calon bupati (Bacabup) dan bakal calon wakil bupati (Bacawabup) pada pilkada Jember 2024. Partai NasDem, Golkar, PDI Perjuangan, PKB, PKS, dan PPP. Sementara DPC Gerindra Jember, berdasarkan hasil Rapat Kerja Cabang Khusus (Rakercabsus) pada 26/4/2024 resmi mencalonkan kader ideologis, Muhammad Fawait yang notabene ketua fraksi partai Gerindra DPRD provinsi Jawa Timur.
Sementara itu, jika mencermati perkembangan dan dinamika politik mutakhir, para petarung (kandidat cabup dan cawabup) yang ikut serta meramaikan bursa pencalonan pemilihan bupati dan wakil bupati Jember 2024 terus bergerilya, membangun komunikasi politik, dan ‘menjajakan diri’ untuk memperoleh 'karpet merah' berupa rekomendasi dukungan politik dari partai. Kendati demikian, meski diikuti banyak pesohor, namun pertandingan Pilkada Jember 2024 secara kalkulasi prediktif sepertinya persaingan ‘sengit’ masih didominasi petahana Hendy Siswanto versus penantang Muhammad Fawait. Prediksi itu berdasarkan hasil temuan survei yang dirilis Accurate Research And Consulting Indonesia (ARCI), Rabu. (1/5/2024).
Dari sekian tokoh yang meramaikan bursa pencalonan pemilihan bupati dan wakil bupati Jember 2024, mereka adalah pesohor yang kerap menghiasi jagat digital dan ruang publik. Para pesohor itu memiliki track record, reputasi, dan rekam jejak, serta jam terbang yang mumpuni untuk menahkodai (memimpin) Jember lima tahun ke depan. Sebut saja incumbent Hendy Siswanto, ada juga Muhammad Fawait, ketua fraksi partai Gerindra DPRD Jatim. Tiga kali terpilih menjadi legislator dengan meraup suara tertinggi se Jatim. Karena itu, tokoh santri millenial itu sangat layak dan memenuhi kualifikasi untuk memimpin Jember lima tahun mendatang. Pesohor lain yang punya rekam jejak memimpin birokrasi adalah dr. Faida, mantan bupati Jember. Ada juga mantan pejabat Kementerian PUPR Nanang Handono Prasetyo. Kemudian mantan kepala dinas pendidikan Jember Ahmad Sudiono. Pun ada juga beberapa tokoh yang tidak terlampau populer di jagat digital maupun di publik. Tetapi mereka ikut daftar memburu rekomendasi partai sebagai cabup dan ada juga ‘melamar’ sebagai cawabup. Sebut saja kepala desa Silo Kamiludin, anggota DPRD Jember Hadi Supa'at, dan wakil ketua DPRD Jember Agus Sufyan. Sementara Hj. Luluk Masluchah akademisi Universitas Islam Jember (UIJ) dan mantan rektor UIJ melamar di partai sebagai bakal calon wakil bupati.
Serba Tak Pasti
Sampai detik ini belum terbentuk poros koalisi permanen baik di blok petahana maupun poros koalisi penanantang. Yang muncul justru blok penantang dari jalur indipenden, pasangan Jaddin Wajads-Arismaya Parahita yang sudah mendaftar ke KPUD Jember, Minggu (12/5/2024). Itu sebabnya meski bisa diprediksi dan dipetakan, tetapi fenomina dan realitas politik ini serba dilematis dan penuh ketidakpastian. Hal itu terjadi lantaran proses 'taaruf' dan penjajakan koalisi di antara elit partai belum mencapai ‘titik temu’ dan kesepakatan sehingga fenomina politik ini memunculkan pertanyaan serta mengundang misteri dan teki-teki yang tak berkesudahan. Oleh karena itu, tahapan kandidasi melalui mekanisme penjaringan yang demokratis, transparan, dan akuntabel sejatinya dapat mendorong pelembagaan politik, serta memperkuat proses konsolidasi demokrasi yang saat ini masih dalam fase transisi. Dengan mekanisme kadindasi yang transparan tentu akan mempermudah distribusi dan alokasi kader untuk menduduki jabatan publik termasuk menjadi kepala daerah.
Ikhwal, meski partai lain masih dalam tahap penjaringan cabup-cawabup. Partai Gerindra Jember secara resmi dan final mengusung Muhammad Fawait. Tak hanya itu, Gerindra Jember juga memberikan wewenang kepada pimpinan Laskar Sholawat Nusantara (LSN) itu, untuk menentukan langkah-langkah koalisi termasuk juga perihal penentuan pasangan calon wakil bupati supaya dibicarakan dengan calon mitra koalisi. Karena itu, jika calon lain masih "berburu" rekomendasi alias tiket partai, gus Fawait sapaan akrabnya tinggal mencari kawan koalisi untuk bermitra. Tentu mitra koalisinya yang punya chemistry dan kesamaan flatform.
Yang lain sibuk berburu rekom partai, gus Fawait justru 'tancap gas' konsolidasi, gerilnya ke pelbagai lapisan masyarakat untuk memperkuat dukungan guna menuai 'berkah' elektoral. Sementara incumbent& Hendy Siswanto sepertinya juga sangat siap untuk 'bertarung' meski masih dalam tahap "berebut" alias berburu rekomendasi partai. Faktanya, pergerakan politik incumbent terus beroperasi melalui pelbagai kanal politik. Pelbagai kegiatan dan program yang bersentuhan langsung dengan kepentingan publik paling tidak dapat dikapitalisasi menjadi 'investasi' politik. Feedback-Nya tentu akan memperoleh insentif elektoral.
Meski demikian, petahana Hendy Siswanto diprediksi tak mudah melawan penantang baru Muhammad Fawait. Ia menjadi 'lawan' terberat petahana tanpa menafikan calon lain. Hemat penulis, Muhammad Fawait jauh lebih 'perkasa' baik di jagat digital maupun di publik. Elektabilitas fungsionaris Ansor Jatim itu bahkan melampaui incumbent. Basis massa pemilihnya lebih solid bahkan 'mengakar' terutama di pedasaan sebagai ceruk pemilih fanatik. Kantong-kantong pemilih gus Fawait juga tidak 'ngambang' (floating mass) sebagai penentu kemenngannya dalam setiap kompetisi elektoral. Di sisi lain, gus Fawait terbilang berhasil membangun aliansi dan kekuatan politik yang mengakar melalui komunitas Laskar Sholawat Nusantara (LSN) dan Srikandi. Itu sebabnya setiap pileg perolehan suaranya terlampau tinggi bahkan tertinggi se Jatim.
Oleh karena, meski realitas politik ini menyimpan misteri dan menyisakan pertanyaan, tetapi yang pasti, teka-teki kandidasi dan rencana pembentukan koalisi partai akan terlihat nyata ke depan setelah semua rekomendasi partai resmi turun kepada siapa partai NasDem, PKS, PKB, Golkar, dan PDI Perjuangan memberikan 'karpet merah' pada pilkada Jember 2024. Demikian juga dalam penentuan cawabup, tentu harus mempertimbangkan pelbagai aspek, popularitas, likeabilitas, dan elektabilitas. Termasuk kalkulasi politik menang-kalah dan untung-rugi. Karena sejatinya, kontestasi politik sangat ditentukan oleh kecermatan dan ketepatan dalam menentukan dan memilih sosok pendamping sebagai cawabup. Itu sebabnya, Muhammad Fawait sebagai penantang harus betul-betul cermat menentukan dan memilih calon pendamping. Dibutuhkan kombinasi sosok pendamping yang tepat dan ideal, bisa menopang logistik, dan menambah kontribusi elektoral. Sehingga maksimal mendulang suara. Pun tak perlu terburu-buru menentukan pendamping, sebab proses kandidasi wakil bisa dilakukan di saat-saat terakhir (injury time). Sementara incumbent, Hendy Siswanto tampaknya juga belum jelas calon pendampingnya. Apakah ‘berpasangan’ kembali dengan KH. Balya Firjaun Barlaman sebagai cawabup atau mencari pendamping baru? Kita tunggu kabar dan kejutan politik selanjutnya.**
*Penulis: Mochammad Thoha, Kader Muda NU & Ketua Umum Jaringan Santri Nusantara (JSN)
Artikel ini telah melalui proses editing yang dipandang perlu sesuai kebijakan redaksi tvonenews.com. Namun demikian seluruh isi dan materi artikel opini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis
Load more