Saya ingat renungan renungan pelari jarak jauh Haruki Murakami yang juga novelis nominator hadiah Nobel. “Pikiran yang terpikir saat saya berlari seperti awan di langit. Awan dengan segala ukuran berbeda. Mereka datang dan mereka pergi, sementara langit tetap ada, langit yang selalu sama. Awan hanyalah tamu di langit yang berlalu dan lenyap, meninggalkan langit." Saya jadi belajar, mana awan dan mana langit saat berlari marathon.
Demikian lah, race jarak jauh bagi saya adalah ujian mengenali lagi fokus hidup, selain mengelola daya tahan. Tak perlu terburu, menghadapi hidup yang berlarat larat. Harus jeli membedakan, mana yang bermakna dan mana yang tak bernilai. Kita akan kelelahan, seperti pelari yang tersungkur di pinggir arena ketika terlalu hirau pada hal hal yang palsu, tapi abai pada yang sejati.
”Kalau kami ingin lari, larilah sejauh satu kilometer. Tapi, kalau kamu ingin hidup yang berbeda, larilah maraton.” Seorang pelari jarak jauh dari Ceko, Emil Zatopek mengingatkan hal itu. Ya, saya belajar hidup dari lintasan ini di Central Park. Sambil berkalung medali finisher full marathon New York Marathon 2023, satu dari enam lomba marathon terkemuka di dunia, dalam dekapan hawa dingin yang tak bisa dihalau meski dengan mantel tebal ini, saya selalu bersyukur menemukan makna terdalam dari kehidupan lewat gelanggang marathon. (Ecep Suwardaniyasa Muslimin)
Load more