Pekalongan, Jawa Tengah - Keluarga Harsono menyulap emperan rumah tua itu menjadi tempat tinggal, hanya diberi atap tanpa pintu, dengan dinding anyaman bambu yang sudah lapuk termakan usia. Bagian atap ruangan itu dikaitkan dengan rumah tua yang kondisinya memprihatinkan karena sewaktu-waktu bisa ambruk. Saat hujan pun di beberapa titik terdapat kebocoran.
Sudah tiga tahun, pasangan Harsono (60) dan Asratun (40) serta tiga anaknya ini terpaksa tinggal di emperan samping rumah tua kosong di Desa Wonopringgo, Kecamatan Wonopringgo, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Ketiga anak Harsono yakni si kembar Fatiah dan Fatqiyah yang saat ini duduk di bangku kelas 2 SD, serta Azahri yang saat ini masih TK.
Harsono mengaku awalnya dirinya ditawari oleh pemilik rumah kosong untuk menempati bangunan itu. Namun kondisi rumah yang memprihatinkan karena bangunan tua, Harsono dan keluarganya terpaksa hidup di emperan pada sisi kiri rumah kosong tersebut.
"Pemilik rumah sudah nawari agar rumahnya ditempati. Tapi karena takut saja, kondisinya sudah tua atapnya, takut roboh," kata Harsono, Jumat (1/10/2021).
Harsono menceritakan, rumah tua kosong tersebut dahulu adalah milik orang tuanya. Namun karena ada permasalahan , terpaksa rumah itu dijual dan Harsono dapat ganti lahan kosong di belakang rumah dengan luas 12x12 meter.
"Rumah kosong ini peninggalan orang tua. Namun sekarang bukan hak milik kami lagi. Saya hanya dapat lahan di belakang rumah, yang mana sampai sekarang, saya belum bisa bangun rumah. Tidak hanya itu, balik nama sertifikat saja saya belum mampu," lanjutnya.
"Jangankan untuk balik nama sertifikat, untuk biaya hidup saja saya dari belas kasihan orang yang suka memberi ke sini. Saya buruh serabutan," ungkapnya
Sebelumnya ia dan istri pernah tinggal di Yogyakarta, sebagai penjaga rumah. Namun karena tidak punya pekerjaan lain, mereka tidak betah, akhirnya pulang kampung ke sini pada tahun 2018 lalu," lanjutnya.
Pulang kampung dan sudah tidak memiliki rumah, akhirnya ia meminta izin ke pemilik rumah tua yang kosong untuk menempati emperan rumahnya.Di emperan rumah peninggalan orang tuanya dibuat sedemikian rupa dengan ditambahi atap dan dinding bambu untuk dijadikan tempat berlindung saat malam hari.
Saat kembali ke kampung halamannya inilah, dirinya juga bingung karena tidak mempunyai pekerjaan. Hingga saat ini, dirinya hanya buruh serabutan.
"Ya kalau ada yang butuh tenaga, ya berangkat. Kalau tidak, ya di rumah. Makan apa adanya. Kalau istri membuat intip (kerak nasi yang digoreng), nantinya dititipkan ke warung-warung," lanjutnya
"Ya kalau tidur kita berlima dalam satu ranjang itu. Hujan jelas ada yang bocor. Kamar kita juga tidak ada sekat ataupun pintu, kasihan anak-anak," tambah Harsono
Istri Harsono, Asratun, menambahkan selama pendemi Corona ini keluarganya hanya menerima satu kali bantuan dari Bupati Pekalongan terdahulu, Asip Kholbihi.
"Kalau bantuan, pernah menerima di zamannya Pak Bupati, Pak Asip. Itu pun hanya sekali, bansos Corona belum dapat," kata Asratun.
Sementara itu, menanggapi kehidupan keluarga Harsono yang memprihatinkan tersebut, Camat Wonopringgo, Tuti Hayati, mengatakan bahwa keluarga Harsono memang belum memiliki rumah sehingga menggunakan emperan rumah tua itu selama dua tahun.
"Keluarga Pak Harsono, memang belum memiliki rumah dan saat ini menempati emperan rumah keponakannya. Rumah keponakannya sendiri memang kondisinya sudah tidak layak, karena kondisi rawan rapuh," kata Tuti.
Pihaknya bersama Dinas Perkim dan LH Kabupaten Pekalongan sebelumnya telah survei lahan kosong milik keluarga Harsono. Tapi terbentur administrasi kepemilikan rumah yang masih atas nama pemilik lamanya.
"Saat ini kami tengah berupaya untuk membantu kepengurusan administrasi kepemilikan tanah yang ada di belakang, agar mendapat bantuan RTLH (Rumah Tidak Layak Huni) tahun ini juga, sehingga bisa untuk membangun rumah layak huni," jelasnya.
Sedangkan untuk bantuan sosial, pihaknya telah mengusulkan keluarga Harsono untuk mendapatkan bantuan sosial. Diakuinya, saat inii sudah memasukkan keluarga Harsono ke data susulan keluarga penerima bantuan ke Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). ( Edi Mustofa/Buz)
Load more