“Berhenti menjadi bagian dari masalah itu artinya menetralisasi semua elemen yang mendorong perpecahan dan diskriminasi di antara kelompok agama,” ujarnya.
Sebelumnya, upaya rekontekstualisasi wawasan keagamaan sudah dilakukan Gereja Katolik melalui Konsili Vatikan II pada 1965. Lalu, Yahudi Masorti pada 2016. Smentara NU melakukan hal serupa dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama NU di Banjar, Jawa Barat, pada 2019.
“Semua itu, menurut saya, kerangkanya adalah bagaimana kelompok-kelompok agama yang berbeda ini mengidentifikasi nilai-nilai bersama, yaitu nilai-nilai tentang keadilan, kasih sayang, martabat manusia, dan lainnya,” ujarnya.
Staquf juga mengungkapkan perlunya mengidentifikasi nilai-nilai yang diadopsi bersama supaya bisa hidup berdampingan dengan damai.
“Bila perlu, kita lakukan rekontekstualisasi atau mereformasi, meninjau ulang wawasan-wawasan yang mapan dengan agama masing-masing, yang menjadi hambatan bagi kontestasi damai,” ujarnya. (hw/ppk)
Load more