Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (komnas HAM) telah menuntaskan penyelidikan terkait kasus pembunuhan Brigadir Nopriyansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Rencananya, hasil penyedilikan akan dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo dan DPR RI.
Kendati begitu, lanjut Beka, Komnas HAM masih perlu mencari waktu dan tempat yang tepat untuk menyerahkan hasil rekomendasi tersebut.
"Masih dikomunikasikan tempat dan waktu detailnya, secepatnya akan kita informasikan," ucapnya.
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung mengatakan, perbedaan hasil rekomendasi yang diberikan Komnas HAM kepada Polri ataupun DPR dan Presiden dikarenakan adanya perbedaan kewenangan dan mandat.
“Jadi kalo rekomendasi kepada kepolisian dan pihak-pihak lain kan tergantung juga soal kewenangan dan juga mandat dari masing-masing pihak,” ujar Beka.
Sebelumnya, Komnas HAM mengakhiri tugas penyelidikan dan pemantauan kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J usai menyerahkan rekomendasi ke Tim Khusus (Timsus) Polri, pada 1 September 2022 lalu.
"Saya ingin menyampaikan kepada publik bahwa tugas Komnas HAM dalam hal pemantauan dan penyelidikan kami akhiri," kata Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik di Jakarta, Kamis.
Meskipun telah mengakhiri tugas penyelidikan dan pemantauan yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, lembaga tersebut masih memiliki tugas lain, yakni melakukan pengawasan dalam proses selanjutnya sampai dengan persidangan.
Dalam pengawasan tersebut, Ketua Komnas HAM juga berharap peran serta media massa ikut membantu mengawal kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J yang terjadi pada tanggal 8 Juli 2022.
"Teman-teman media juga sangat diharapkan kontribusinya untuk melakukan pengawasan. Ini penting sekali untuk menegakkan keadilan," ujarnya.
Pada kesempatan itu, Taufan mengapresiasi Polri yang telah menunjukkan kinerja yang baik termasuk dengan Komnas HAM sebagai mitra kerja dalam mengusut kasus itu dan juga kepada publik.
Di awal kasus tersebut mencuat ke publik, terdapat kebingungan dari masyarakat akibat adanya misinformasi, adanya alat bukti yang dihilangkan atau disebut juga upaya obstruction of justice.
Akan tetapi, secara bertahap kerja sama antara Komnas HAM dan Polri berhasil mengungkap kasus tersebut ke publik.
Sebagai lembaga mandiri Komnas HAM berkewajiban memberikan laporan pembanding kepada Polri supaya akurasi atau validitas dari konstruksi peristiwa Brigadir J bisa terungkap.
"Hal itu sebagaimana prinsip-prinsip keadilan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan prinsip HAM," kata dia.
Polri dapat tiga poin penting rekomendasi dari Komnas HAM soal kasus pembunuhan Brigadir J. Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi Agung Budi Maryoto mengatakan poin yang pertama adalah kasus pembunuhan itu sendiri.
Di kepolisian dikenal dengan Pasal 340 KUHP, sedangkan di Komnas HAM memakai istilah judicial killing (pembunuhan di luar hukum).
“Kedua, Komnas HAM menyimpulkan tidak adanya tindak pidana kekerasan atau penganiayaan terhadap Brigadir J,” kata Komjen Agung.
Komjen Agung mengungkapkan poin yang ketiga adalah dari rangkaian pembunuhan tersebut adanya kejahatan atau tindak pidana obstruction of justice atau upaya menghalang-halangi proses hukum dalam suatu perkara.
"Yang kebetulan oleh penyidik tim khusus juga sedang dilakukan langkah-langkah penanganan tindak pidana obstruction of justice," katanya.
Dia memastikan Polri akan menindaklanjuti rekomendasi dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) soal kasus pembunuhan Brigadir J.
"Polri akan menindaklanjuti apa-apa yang direkomendasikan Komnas HAM untuk kami lakukan penyidikan sampai dengan persidangan," ujarnya.
Dugaan Pelecehan Seksual
Melalui hasil penyelidikan itu, Komnas HAM menduga kuat ada pelecehan seksual yang dialami Putri Candrawathi.
"Terdapat dugaan kuat adanya pelecehan seksual oleh Brigadir J kepada PC (Putri Candrawathi) di Magelang,' ujar Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara.
Berdasarkan temuan tersebut, maka Komnas HAM meminta kepada polisi, selaku pihak yang berwenang untuk mengusut tuntas dugaan kasus pelecehan seksual yang terjadi.
"Polisi harus menindaklanjuti dugaan pelecehan seksual yang terjadi," ujar Beka Ulung.
Diketahui, Brigadir J tewas usai ditembak oleh Bharada E dan Ferdy Sambo di rumah dinas mantan Kadiv Propam tersebut di Duren Tiga, Jakarta pada Jumat (8/7/2022).
Polisi telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus itu, yakni Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada E, Bripka RR dan Kuat Ma´ruf.
Selain Bharada E, empat tersangka disangkakan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana subsider Pasal 338 KUHP juncto 55 dan 56 dengan ancaman hukuman mati, penjara seumur hidup, dan selama-lamanya 20 tahun. (ito)
Load more