Indonesia Police Watch (IPW) mengaku sedang diintai oleh beberapa pihak, hal ini berkaitan dengan kasus pembunuhan terhadap Brigadir J yang selama ini santer terdengar.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menilai kasus dugaan pembunuhan Brigadir J alias Yoshua Hutabarat makin luas yang dilakukan Ferdy Sambo.
Dia menduga tersangka utama Mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo mengucurkan dana besar agar skenarionya lancar terkait kematian Brigadir J.
"Saya dapat informasi ada pengucuran dana besar-besaran untuk cipta kondisi skenario Ferdy Sambo diterima semua pihak," ujar Teguh seusai dihubungi, Rabu (17/8/2022).
Teguh menjelaskan dugaan itu mulai merujuk terhadap kebenaran karena beberapa pihak mulai angkat suara terkait dana yang dikeluarkan Ferdy Sambo.
Menurutnya, eks Kadiv Propam itu memang sengaja ingin melancarkan skenario seolah-olah kematian Brigadir J terjadi karena baku tembak.
"Jadi, memang ada operasi sebar dana. Itu juga sudah ditanyakan Pak Mahfud MD," jelasnya.
Dia melanjutkan Menko Polhukam Mahfud Md juga menyinggung soal aliran dana yang mungkin dikeluarkan Ferdy Sambo untuk menutupi kasus tersebut.
Menurut Teguh, hal tersebut juga perlu mendapat perhatian agar kasus kematian Brigadir J bisa terang-benderang.
"Saya mempertanyakan apa yang ditanyakan Pak Mahfud. Jadi, semoga ada tindak lanjut dari dugaan beberapa pihak soal aliran dana FS," imbuhnya.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mengungkapkan adanya upaya penyerangan balik yang dilakukan oleh Irjen Ferdy Sambo dan komplotannya kepada mereka yang mengungkap kasus pembunuhan Brigadir J, Rabu (17/8/2022).
Buntut kasus pembunuhan terhadap Brigadir J yang menyeret Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka, Ketua IPW Sugeng Teguh bahkan kini mengaku mendapatkan informasi adanya sejumlah anggota polisi yang mengintai dirinya.
Hal tersebut ia sampaikan dalam wawancara program TvOne: Apa Kabar Indonesia Pagi. ¨IPW mendapatkan informasi bahwa ada upaya-upaya ´perlawanan´ kepada timsus,” ungkapnya.
Mereka, kata Sugeng, menyerang kepada pribadi-pribadi yang bertugas di tim khusus melalui satu pendiskreditan nama baik.
“Ada informasi masuk dan ada sedikit data pada kami (IPW), tapi terkait pihak lain yang kemudian diajak, kita hanya bisa membaca dari infromasi lain juga yaitu terkait peristiwa tanggal 3 Agustus,” katanya.
Dirinya memastikan perlawanan balik yang dilakukan oleh simpatisan Ferdy Sambo berasal dari kalangan polisi.
Menurut data yang ia pegang, ada sebanyak 20 orang yang melakukan pergerakan.
“Jadi pada hari itu, ketika saya mendapat informasi bahwa ada pemantauan terhadap FS sebelum hari Sabtu itu diperiksa, ada pergerakan 20 orang di luar kendali pimpinannya terlibat dalam komunikasi mendukung FS, ini polisi ya bukan warga sipil,” kata Ketua IPW ini.
Sugeng kemudian menyebut bahwa upaya perlawanan ini juga terjadi padanya, bahkan sampai hari ini. Meski enggan mengonfirmasi secara detail, Sugeng memastikan dirinya dalam intaian.
“Saya mendapat informasi terhadap saya bahwa ada juga orang yang sedang katakan mengintai, saya serahkan kepada Tuhan saja,” tukasnya.
Sebelumnya, Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso membongkar sejumlah kebobrokan para petinggi polisi, mulai urusan perempuan hingga praktik perlindungan judi dan narkoba. Hal tersebut ia ungkap dalam rangka membeberkan motif di balik pembunuhan Brigadir J oleh mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo.
Sugeng menyebut IPW mengantongi lima motif pembunuhan Brigadir J yang terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo. Empat di antaranya merupakan perkara perempuan atau seksual, sedangkan satu sisanya berkaitan dengan urusan perjudian dan narkoba.
"IPW mendapatkan lima isu tapi empat itu memang terkait dengan soal urusan seksual," ungkap Sugeng dalam program Apa Kabar Indonesia Pagi Tvone, Kamis (11/8/2022).
Kendati demikian Sugeng tidak berkenan merinci motif seksual yang berhasil dihimpun IPW. Ia menyebut Menko Polhukam Mahfud MD juga sempat menyinggung perkara tersebut.
"(Dari) empat (motif) itu kan sudah tiga (motif) disebutkan Pak Mahfud (Menko Polhukam) dan satu (motif) informasinya (juga) terkait soal seksual yang satu lagi boleh saya buka ini. Tapi yang seksual tidak mau saya buka karena ini tentang aib," katanya.
Menurut Sugeng, persoalan perempuan atau seksual merupaka perkara yang kerap menjangkiti para petinggi polisi. "IPW mendapat kesimpulan betapa rapuhnya kondisi psikologis seorang PJU (Pejabat Utama) terutama Sambo ini. Memegang kekuasaan yang besar tetapi kondisinya rapuh," jelasnya.
Ia kembali menambahkan bahwa perkara seksual ini sudah banyak menjangkiti para petinggi polisi, bukan hanya Ferdy Sambo.
"Urusan wanita, rapuh sekali pimpinan-pimpinan Polri ini. Sudah banyak, bukan hanya beliau. Tapi sebelumnya (juga). Ini menjadi catatan," katanya.
Selain persoalan seksual, IPW mengantongi catatan adanya praktik perlindungan perjudian dan peredaran narkoba oleh oknum di tubuh Polri. Hal itu pula yang melatarbelakangi terbunuhnya Brigadir J.
"Yang satu lagi praktik-praktik perlindungan judi, narkoba, pengiriman uang-uang yang besar sampai ratusan miliar ini. Isu yang masuk ke IPW bahwa Yosua ini akan membuka informasi tentang itu," ucapnya
Sebelumnya, Tim Advokat Penegak Hukum dan Keadilan (TAMPAK) telah membuat laporan kepada KPK terkait dugaan suap yang dilakukan Irjen Ferdy Sambo, Senin (15/8/2022).
Koordinator TAMPAK, Roberth Keytimu menegaskan pihaknya sudah melapor sehingga tinggal menunggu respons KPK terkait laporan tersebut.
"Sudah diterima (laporan,red) KPK. Tinggal tunggu saja," ucap Roberth.
Tim Advokat Penegak Hukum dan Keadilan (Tampak) melaporkan dugaan korupsi yang diduga dilakukan mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo ke KPK, Senin (15/8/2022).
Dalam keterangannya kepada media, koordinator Tampak Robert Keytimu menjelaskan ada dua dugaan suap yang dilakukan oleh Ferdy Sambo, ketika ia masih menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.
Pertama dilakukan kepada salah satu staf LPSK yang mendatangi kantor Divisi Propam Polri, terkait permintaan perlindungan kepada Bharada E. Menurut salah satu Staf LPSK, ia mendapat dua amplop yang diduga berisi suap terkait tewasnya Brigadir J.
Staf LPSK didatangi pria berseragam hitam dengan garis abu-abu diduga memberi dua amplop cokelat.
"Seseorang itu mengatakan, 'titipan atau pesanan bapak (Ferdy Sambo) untuk dibagi berdua," jelasnya.
"Kami mengharapkan KPK melakukan penyelidikan dan penyidikan atas terjadinya dugaan suap kepada staf LPSK, Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Bripka Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma'ruf (KM) dalam pusaran kasus pembunuhan Brigadir Yoshua," kata Roberth Keytimu dalam keterangannya.
Dugaan suap yang kedua adalah mengenai soal hadiah Rp2 miliar yang diberikan Ferdy Sambo kepada para tersangka, Bharada E, Bripka RR, dan KM.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) angkat bicara terkait pemberian dua amplop berwarna coklat kepada stafnya usai bertemu dengan mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo di Kantor Propam Polri, pada Juli 2022 lalu.
Sebelumnya pernyataan pemberian dua amplop tersebut diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD.
Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi menjelaskan peristiwa pemberian amplop terjadi pada saat staf LPSK berkunjung ke Kantor Propam Polri pada (13/7/2022). Pada saat itu, Irjen Ferdy Sambo masih menjabat sebagai Kepala Divisi Propam Polri.
Setelah bertemu dengan Ferdy Sambo, terdapat jeda menunggu datangnya Bharada E. Kemudian salah seorang petugas LPSK melaksanakan sholat di Masjid Mabes Polri.
“Sehingga ada satu orang petugas LPSK lainnya yang menunggu di ruang tunggu tamu kantor Kadiv Propam. Saat kesempatan tersebut, salah seorang staf berseragam hitam dengan garis abu-abu menyampaikan ada titipan atau pesanan ‘Bapak’ untuk dibagi berdua di antara petugas LPSK,” ujar Edwin saat dikonfirmasi, Jumat (12/8/2022).
“Staf tersebut menyodorkan sebuah map yang di dalamnya terdapat dua amplop coklat dengan ketebalan masing-masing 1 cm,” lanjutnya.
Edwin juga mengatakan bahwa amplop tersebut tidak diterima oleh kedua petugas LPSK pada waktu itu. Kemudian mereka mengembalikan amplop tersebut dan tidak sempat melihat isi amplop yang diberikan staf berseragam tersebut.
“Petugas LPSK tidak menerima titipan atau pesanan tersebut dan menyampaikan kepada staf tersebut untuk dikembalikan saja,” jelas Edwin.
Kini laporan sudah dilayangkan ke KPK, tinggal menunggu respon dari KPK untuk tindak lanjutnya. (lpk/ppk/abs/kmr)
Load more