Sistem komando dibagi bersaf-saf, ternyata pula terlalu banyak diskusi-diskusi yang memakan waktu sangat lama, sedangkan pada moment tersebut dibutuhkan pengambilan keputusan yang cepat, karena persoalan setiap menit berganti-ganti, susul-menyusul dan tiap-tiap taraf persoalan harus satu persatu secepat mungkin ditanggulangi.
Faktor lain yang menyebabkan kemacetan, terletak pada tiada pembagian
kerja dari pimpinan operasi militer. Dengan mengikuti prosedur staf yang lazim digunakan pada tiap kesatuan militer, maka semua kesimpang siuran dapat diatasi.
"Seharusnya dilakukan cara bekerja sbb: Pertama: perlu ditentukan siapa komandan yang langsung memimpin aksi (kampanje). Kawan Syam kah atau kawan Untung. Kemudian pembantu-pembantunya atau stafnya dibagi." ulas Suparjo.
" Sehingga kita bingung melihatnya, siapa sebetulnya komandan: Kawan Syamkah, kawan Untungkah, kawan Latifkah atau Pak Djojo? Mengenai hal ini perlu ada peninjauan yang lebih mendalam karena letak kegagalan dari kampanye di ibu kota sebagian besar karena tidak ada pembagian komando dan kerja yang wajar." lanjutnya.
Pasukan Kelaparan yang Akhirnya Bergabung Dengan Musuh
Faktol lainnya yang tak kalah tragis menurut Suparjo adalah ketersediaan makanan. Kemacetan pergerakan pasukan pendukung G30S PKI dari Batalyon Jawa Tengah dan Jawa Timur disebabkan karena para prajurit kelaparan, belum makan sejak pagi.
Pasukan pendukung operasi militer G30S PKI itu justru pada jam-jam genting operasi berbelot ke Kostrad, bergabung dengan Jenderal Soeharto dan Jenderal Nasution karena alasan kelaparan.
Load more