Perayaan hari besar umat muslim, Idul Adha sebentar lagi akan diadakan. Masyarakat mulai kesulitan memilih hewan kurban karena adanya wabah Penyakit Mulut dan Kuku yang tidak kunjung reda.
Namun masalah yang dihadapi saat ini, banyaknya hewan ternak yang terjangkit wabah PMK. Masyarakat perlu berhati-hati dan teliti dalam memilih hewan kurban.
Komisi Fatwa MUI menetapkan bahwa hewan yang terkena wabah PMK gejala klinis kategori berat tidak sah untuk dijadikan hewan kurban.
Seperti yang disampaikan Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh, bahwa hewan ternak yang terkena PMK seperti lepuh pada kuku hingga terlepas atau membuat hewan pincang maka tidak sah untuk dijadikan hewan kurban.
“Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang atau tidak bisa berjalan serta menyebabkan sangat kurus, hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban, ” tutur Asrorun pada konferensi pers (31/5/2022).
Baca juga Ciri Hewan Ternak yang Terjangkit PMK
Namun ia menabahkan mengenai hewan ternak yang memiliki gejala dalam kategori ringan, ditandai dengan lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan dan keluar air liur lebih dari biasanya, hukumnya masih terbilang sah menjadi hewan kurban.
Lain halnya dengan Nahdlatul Ulama (NU) yang memiliki pendapat berbeda dengan MUI. Wakil Sekretaris PWNU Jawa Timur, Hasan Ubaidillah pada wawancara dalam program acara Kabar Siang (14/6/2022) mengatakan hewan ternak yang terjangkit PMK tidak sah bila dijadikan sebagai hewan kurban walaupun hanya bergejala ringan.
Hal ini disebabkan karena syarat sah hewan kurban adalah sehat dan tidak cacat. Jika hewan memiliki gejala ringan seperti yang telah disebutkan sebelumnya, maka hewan tersebut telah dikatakan terkena penyakit atau kurang sehat.
“Hewan yang bergejala penyakit mulut dan kuku itu tidak sah. Walaupun bergejala ringan, tetap dikategorikan sebagai penyakit sehingga harus disembuhkan dulu. Tapi dalam konteks lain mungkin MUI berpendapat lebih ringan dari pada yang dikategorikan oleh PBNU,” ujar Hasan (14/6/2022).
Meski adanya perbedaan antara Fatwa MUI dan PBNU, namun masih dikategorikan dalam ranah yang dapat dikompromikan berdasarkan kondisi hewan kurban tersebut. Terlihat dari sisi tingkat kepatahan penyakit yang diderita hewan. (Kmr)
Load more