Gus Yahya Masih Mengaku Jadi Ketum PBNU, Wasekjen Beri 'Kecaman' Keras
- tvOnenews.com/Aldi Herlanda
Jakarta, tvOnenews.com - Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Imron Rosyadi Hamid atau Gus Imron merespon soal ucapan Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya yang mengklaim masih menjadi Ketua Umum.
Gus Imron mengatakan, bahwa hak Gus Yahya untuk menyebut dirinya masih menjadi pimpinan organisasi, namun pihak Syuriyah telah menetapkan Zulfa Mustofa sebagai Penjabat (Pj) Ketum.
"Hak beliau untuk menyatakan seperti itu tapi di mata Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan kemarin berdasarkan rapat pleno kita, kita telah memiliki Penjabat Ketua Umum yang baru KH Zulfa Mustofa," katanya, Sabtu (13/12/2025).
Gus Imron juga menegaskan, pemberhentian Gus Yahya dari Ketum telah sesuai dengan mekanisme dan aturan yang berlaku.
- Antara
Sehingga, pihaknya sudah tidak mau ambil pusing soal pengakuan dari Gus Yahya yang kekeuh merasa masih jadi ketua umum.
"Berdasarkan keputusan Syuriyah sudah tidak berhak lagi, melekat atribusi pada dirinya sebagai Ketua Umum PBNU," tegasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menegaskan dirinya masih Ketua Umum PBNU yang sah menurut hukum dan konstitusi organisasi.
Hal itu disampaikan melalui pernyataan sikap resmi yang ditandatangani langsung oleh KH Yahya Cholil Staquf selaku Ketua Umum PBNU pada 13 Desember 2025.
Pernyataan sikap itu dikeluarkan sebagai tanggapan atas hasil Rapat Pleno PBNU pada 9 Desember 2025 yang menyatakan pemberhentiannya dan menunjuk pejabat Ketua Umum PBNU.
Dalam dokumen bernomor 4811/PB.23/A.II.07.08/99/12/2025, Gus Yahya menegaskan bahwa dirinya bersama Rais ‘Aam PBNU KH Miftachul Akhyar merupakan pimpinan yang mendapat mandat sah dari Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama di Lampung pada 2021, dengan masa khidmat lima tahun hingga muktamar berikutnya.
Ia menegaskan, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) NU mengatur pemberhentian pimpinan PBNU di tengah masa jabatan hanya dapat dilakukan melalui Muktamar Luar Biasa (MLB) dan harus didasarkan pada pelanggaran berat yang terbukti secara organisatoris.
Load more