Gus Yahya Digulingkan dari Ketum PBNU, Tapi Petinggi NU yang Lain Sebut Cacat Prosedural dan Substansial
- YouTube/ TVNU Televisi Nahdlatul Ulama
Jakarta, tvOnenews.com - Perpecahan di dalam tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) semakin memanas dan mengerucut. Hari ini, Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya dinyatakan tidak lagi berstatus sebagai Ketua Umum PBNU.
Hal itu sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran Nomor 4785/PB.02/A.II.10.01/99/11/2025 yang beredar pada Rabu, 26 November 2025. Surat Edaran itu diteken oleh Wakil Rais Aam PBNU Afifuddin Muhajir dan Khatib PBNU Ahmad Tajul Mafakir.
Berdasarkan surat tersebut, Gus Yahya disebut tidak lagi memiliki wewenang dan hak untuk menggunakan atribut, fasilitas dan/atau hal-hal yang melekat kepada jabatan Ketua Umum PBNU.
Surat itu juga menyebut untuk memenuhi ketentuan dan mekanisme yang diatur dalam Pasal 7 Ayat (4) Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 10 Tahun 2025 tentang Rapat Pasal 8 huruf a dan b Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 13 Tahun 2025 tentang Pemberhentian Fungsionaris, Pergantian Antar Waktu dan Pelimpahan Fungsi Jabatan, serta Peraturan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Nomor: 01/X/2023 tentang Pedoman Pemberhentian Pengurus, Pergantian Pengurus Antar Waktu, dan Pelimpahan Fungsi Jabatan Pada Perkumpulan Nahdlatul Ulama, maka PBNU akan segera menggelar Rapat Pleno.
Untuk selanjutnya, selama kekosongan jabatan ketua umum, maka kepemimpinan PBNU sepenuhnya berada di tangan Rais Aam selaku pimpinan tertinggi Nahdlatul Ulama.
"Apabila Yahya Cholil Staquf memiliki keberatan terhadap keputusan tersebut, maka dapat menggunakan hak untuk mengajukan permohonan kepada Majelis Tahkim Nahdlatul Ulama sesuai mekanisme yang telah diatur dalam peraturan perkumpulan Nahdlatul UIama," demikian yang tulis dalam surat edaran tersebut.
Katib Syuriah PBNU Sebut Cacat Prosedural
Sehari sebelumnya, Khatib Syuriah PBNU KH Nurul Yakin Ishaq telah angkat bicara terkait ultimatum Rais ‘Aam kepada Ketua Umum PBNU yang meminta agar Ketum mundur atau dimakzulkan.
Menurutnya, langkah upaya penggulingan jabatan Ketum PBNU itu tidak memiliki dasar organisatoris maupun syar’i. Sehingga dinilai tidak dapat dijadikan legitimasi untuk memberhentikan Gus Yahya dari Ketua Umum PBNU.
Kiai Nurul Yakin menegaskan bahwa AD/ART NU menetapkan Ketua Umum sebagai mandataris Muktamar. Karena itu, pemberhentian hanya dapat dilakukan melalui Muktamar dan bukan melalui mekanisme lainnya.
“Rapat Harian Syuriyah tidak memiliki kewenangan memberhentikan Ketua Umum PBNU, bahkan untuk pemberhentian pengurus lembaga sekalipun rapat tersebut tidak berwenang,” katanya dalam keterangan yang diterima tvOnenews.com.
Ia juga menyesalkan, keputusan Rapat Harian Syuriyah yang tidak menghadirkan Ketua Umum sebagai pihak yang menjadi objek keputusan. Keputusan seperti itu, lanjut Kiai Nurul Yakin, cacat prosedur dan “batil menurut syariat”.
Di tengah kondisi yang semakin memanas, Kiai Nurul Yakin menyampaikan bahwa solusi yang paling maslahat bagi NU adalah islah (perjanjian damai) antara Rais ‘Aam dan Ketua Umum PBNU.
“Ketua Umum telah menyatakan kesediaan untuk melakukan islah demi menjaga keutuhan organisasi. Jika Rais ‘Aam menolak islah, berarti menghendaki perpecahan di NU,” tandasnya. (ant/rpi)
Load more