Fraksi PKS DPRD DKI Tolak Raperda Penataan Wilayah, Inad Luciawaty Beberkan Dampaknya
- tvOnenews - adinda
Jakarta, tvOnenews.com - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD DKI Jakarta menegaskan menolak rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang pembentukan, pengubahan nama, batas, dan, penghapusan kecamatan, dan kelurahan.
Hal ini disampaikan oleh Anggota DPRD DKI Jakarta, Inad Luciawaty dalam rapat paripurna DPRD Provinsi DKI Jakarta, pada Rabu (19/11/2025).
“Fraksi PKS menyatakan sikap menolak dengan tegas rancangan peraturan daerah ini untuk dilanjutkan ke tahap pembahasan berikutnya,” kata Inad, saat menyampaikan pandangan, dalam rapat paripurna DPRD DKI Jakarta.
Lebih lanjut Inad mengungkapkan bahwa penataan wilayah bukan sekadar menggambarkan ulang batas kecamatan dan kelurahan.
Raperda ini adalah keputusan politik yang akan mengubah hak administrasi setiap keluarga, bahkan setiap huruf dalam KTP, kartu keluarga, sertifikat tanah, rekening bank, hingga akses sosial warga Jakarta.
“Kebijakan penataan wilayah harus mengutamakan pelindungan hak warga, menjamin layanan publik, dan menjaga stabilitas sosial. Raperda ini diusulkan sebagai bagian dari proses pengalihan Jakarta dari DKI menuju daerah khusus Jakarta. Namun hingga kini belum ada kepastian hukum kapan Jakarta secara resmi berhenti menjadi ibu kota,” ucap Inad.
Menurutnya Raperda ini belum cukup urgensi untuk dibahas dan diimplementasikan saat ini, dan harus ditangguhkan sampai status DKJ benar-benar berlaku secara hukum, dan Jakarta tidak lagi berfungsi sebagai ibu kota negara.
Inad menegaskan bahwa penataan wilayah dalam kondisi saat ini dapat menimbulkan dampak yang merugikan masyarakat.
“Kami menilai bahwa memaksakan penataan wilayah dalam kondisi ketidakpastian status ibu kota berisiko menimbulkan keresahan sosial dan kekacauan pelayanan publik yang justru merugikan masyarakat,” tukas Inad.
Sebab pengubahan tersebut akan memiliki konsekuensi langsung terhadap dokumen kependudukan dan catatan sipil seperti KTP, Kartu Keluarga, Dokumen Kepemilikan Kendaraan, SIM, dan lainnya.
“Perubahan ini juga berdampak pada data layanan pengiriman surat dan barang, layanan perbankan dan asuransi, akses pendidikan dan hak warga lainnya yang berbasis domisili dan tidak mudah penyelesaiannya serta bisa menimbulkan kegaduhan di masyarakat,” jelas Inad.
Selain itu, Raperda penataan wilayah ini juga dapat memiliki implikasi terhadap dokumen agraria yang sangat vital. Perubahan ini bisa berdampak pada kemungkinan terjadinya konflik agraria sebagaimana yang pernah terjadi pada masa lalu.
“Kesalahan implementasi dapat memicu konflik horizontal yang krusial, serta sengketa agraria dan status hukum kepemilikan tanah yang meluas. Sementara saat ini, sudah banyak konflik dan permasalahan pertanahan yang dialami oleh masyarakat,” terang Inad.
Terkait hal ini, Inad menilai bahwa Raperda penataan wilayah belum perlu didorong dalam agenda legislasi tahun ini. Sebab, masih terdapat kepentingan yang jauh lebih urgent dan menyentuh langsung kebutuhan masyarakat.
“Antara lain, penyusunan perda administrasi kependudukan sebagai payung layanan dukcapil yang sebelumnya telah dihapuskan dan kini belum memiliki dasar hukum setingkat perda. Kalaupun ada kebutuhan mendesak untuk melakukan pemekaran kelurahan tertentu, masih bisa dilakukan melalui perda lebih spesifik tentang pemekaran kelurahan yang dimaksud, bukan dalam perda induk seperti ini,” tegas Inad. (ars/aag)
Load more