Pimpinan DPR Bakal Sahkan RKUHAP di Rapat Paripurna Besok
- Antara
Jakarta, tvOnenews.com - Komisi III DPR RI sepakat membawa Revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) untuk disahkan menjadi Undang-undang.
Pengesahan sendiri rencananya akan dilakukan dalam rapat paripurna, Selasa, 18 November 2025 besok.
"Tadi kan rapim sudah, dijadwalkan (besok pengesahan RKUHAP)," ucap Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (17/11/2025).
Sebelumnya diberitakan, Komisi III DPR RI menyetujui Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang telah rampung dibahas untuk dibawa ke tingkat rapat paripurna.
Hal itu disetujui seluruh fraksi di Komisi III DPR RI usai menggelar rapat pengambilan tingkat I bersama pemerintah. Rapat digelar di ruang rapat Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.
Rapat dipimpin langsung Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman. Turut hadir dari perwakilan pemerintah, Mensesneg Prasetyo Hadi, Wamensesneg Bambang Eko Suhariyanto, dan Wamenkum Eddy Hiariej.
Awalnya, panitia kerja (panja) menyampaikan laporan pembahasan revisi KUHAP dan dilanjutkan dengan mendengarkan pandangan fraksi.
Seluruh fraksi lantas menyetujui agar RUU KUHAP dibawa ke rapat paripurna. Habiburokhman kemudian menanyakan persetujuan seluruh peserta rapat.
"Kami meminta persetujuan kepada anggota Komisi III dan pemerintah apakah naskah RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dapat dilanjutkan pada pembicaraan tingkat II yaitu pengambilan keputusan atas RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang akan dijadwalkan pada rapat paripurna DPR RI terdekat, setuju?," kata kata Habiburokhman.
"Setuju," ucap para peserta yang disusul dengan pengetokan palu oleh Habiburokhman.
Terdapat 14 substansi yang termuat dalam revisi KUHAP, di antaranya:
Pertama, penyesuaian hukum acara pidana dengan memperhatikan perkembangan hukum nasional dan internasional.
Kedua, penyesuaian pengaturan hukum acara pidana dengan nilai-nilai KUHP baru yang menekankan orientasi restoratif, rehabilitatif, dan restitutif guna mewujudkan pemulihan keadilan substantif serta hubungan sosial antara pelaku, korban, dan masyarakat.
Ketiga, penegasan prinsip diferensiasi fungsional dalam sistem peradilan pidana, yaitu pembagian peran yang proporsional antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, dan pemimpin kemasyarakatan untuk menjamin profesionalitas dan akuntabilitas.
Keempat, perbaikan pengaturan mengenai kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum, serta penguatan koordinasi antar-lembaga guna meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas sistem peradilan pidana.
Kelima, penguatan hak-hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi, termasuk hak atas bantuan hukum, pendampingan advokat, hak atas peradilan yang adil dan tidak memihak, serta perlindungan terhadap ancaman atau kekerasan dalam setiap tahap penegakan hukum.
Keenam, penguatan peran advokat sebagai bagian integral dari sistem peradilan pidana, mencakup kewajiban pendampingan advokat terhadap tersangka atau terdakwa dalam setiap tahap pemeriksaan, kewajiban negara untuk memberikan bantuan hukum cuma-cuma bagi pihak tertentu, serta perlindungan terhadap advokat dalam menjalankan tugas profesinya.
Ketujuh, pengaturan mekanisme restorative justice sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan yang dapat dilakukan sejak tahap penyelidikan hingga pemeriksaan di pengadilan.
Kedelapan, perlindungan khusus terhadap kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas, perempuan, anak, dan lanjut usia.
Perlindungan ini diperkuat dengan kewajiban aparat untuk melakukan asesmen kebutuhan khusus serta menyediakan sarana dan prasarana pemeriksaan yang ramah dan aksesibel.
Kesembilan, penguatan perlindungan bagi penyandang disabilitas dalam setiap tahap pemeriksaan.
Kesepuluh, perbaikan pengaturan tentang upaya paksa untuk menjamin penerapan prinsip perlindungan HAM dan due process of law, termasuk pembatasan waktu, syarat penetapan, serta mekanisme kontrol yudisial melalui izin pengadilan atas tindakan aparat penegak hukum.
Kesebelas, pengenalan mekanisme hukum baru dalam hukum acara pidana, antara lain pengakuan bersalah bagi terdakwa yang kooperatif dengan imbalan keringanan hukuman, serta perjanjian penundaan penuntutan bagi pelaku tindak pidana korporasi.
Keduabelas, pengaturan prinsip pertanggungjawaban atas tindak pidana oleh korporasi.
Ketigabelas, pengaturan kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi secara lebih tegas sebagai hak hukum korban dan pihak yang dirugikan oleh kesalahan prosedur atau kekeliruan aparat penegak hukum.
Keempatbelas, modernisasi hukum acara pidana untuk mewujudkan proses peradilan yang cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel. (Yeni Lestari)
Load more