ATVSI Ingatkan Perlunya Sinkronisasi UU Penyiaran dan UU Perfilman
- Istimewa
Dorong Efisiensi dan Daya Saing Industri
Lebih jauh ATVSI menilai bahwa sinkronisasi regulasi juga akan berimplikasi langsung terhadap daya saing industri penyiaran televisi.
“Dengan regulasi yang tumpang tindih, stasiun televisi menghadapi beban dalam proses sensor, perizinan, dan kepatuhan. Ini menurunkan efisiensi dan daya saing industri yang saat ini tengah menghadapi tantangan besar dari platform digital,” jelas Gilang.
Karena itu, revisi UU Penyiaran dan UU Perfilman harus berorientasi pada peningkatan daya saing efisiensi, kepastian hukum lembaga penyiaran dan keadilan antarplatform. “Regulasi yang sehat adalah regulasi yang mendorong tumbuhnya ekosistem industri penyiaran yang kuat, profesional, efisien dan berdaya saing,” tandasnya.
Sinergi ATVSI dan LSF
Dalam kesempatan tersebut, ATVSI menyatakan komitmennya untuk mendukung dan bekerja sama dengan LSF dalam proses revisi kedua undang-undang tersebut.
“Kami sangat mengapresiasi inisiatif LSF untuk membuka ruang dialog dengan industri. ATVSI siap berkolaborasi memberikan masukan, berbagi pengalaman lapangan, dan mencari solusi terbaik agar tata kelola penyiaran dan perfilman nasional semakin efektif, relevan dan adaptif,” ujar Gilang.
Dari pihak ATVSI, hadir dalam kegiatan tersebut : Gilang Iskandar/Sekretaris Jenderal ATVSI, Imanuel Partogi/Ketua Komisi Hukum dan Regulasi Penyiaran, Steven Billy/Ketua Komisi Organisasi, M. Aminuddin/Ketua Komisi Potensi Penyiaran, serta Luvie Adira dan Lewi Satria selaku Associate ATVSI.
Sementara dari pihak LSF hadir Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, para Ketua Komisi dan Sub Komisi, serta Tim Sekretariat.
Diskusi yang berlangsung produktif, hangat dan produktif tersebut menjadi momentum penting untuk memperkuat koordinasi antara regulator dan pelaku industri dalam menghadapi tantangan hukum penyiaran dan perfilman di masa depan.
Menatap Era Konvergensi Digital
Menutup paparannya, Gilang Iskandar kembali mengingatkan bahwa konvergensi digital bukan hanya perubahan teknologi, tetapi juga perubahan paradigma dalam tata kelola media.
“Regulasi penyiaran dan perfilman harus memandang media secara holistik dan lintas platform, tidak lagi terkotak-kotak antara film, televisi, dan digital. Semua bermuara pada satu tujuan: melindungi kepentingan publik, memperkuat industri kreatif dan media nasional, dan menjaga nilai nilai budaya bangsa,” pungkasnya.
Load more