Purbaya Yudhi Sadewa Ungkap "Permainan Lama" di Pasar Saham, Sindir IDX dan OJK yang…
- YouTube/Investor Daily
Jakarta, tvOnenews.com – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti lemahnya penegakan hukum di pasar modal Indonesia. Ia secara terbuka mengkritik Bursa Efek Indonesia (BEI/IDX) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dinilainya belum tegas menindak praktik manipulasi harga saham atau yang dikenal dengan istilah “goreng saham.”
Dalam konferensi pers daring, Jumat (10/10/2025), Purbaya menilai praktik tersebut masih marak dan telah lama menjadi penyakit kronis di pasar modal Tanah Air. “Saya amati pasar saham kita, dan ya, masih ada yang bermain-main. Beberapa bahkan saya kenal sendiri,” ujarnya blak-blakan.
Goreng Saham, Ancaman Bagi Kepercayaan Investor
Menurut Purbaya, aksi spekulatif yang membuat harga saham naik-turun secara tidak wajar bukan hanya merugikan investor kecil, tapi juga merusak kepercayaan publik terhadap pasar modal Indonesia. Ia mengingatkan bahwa fenomena seperti ini pernah menjerumuskan sejumlah perusahaan pelat merah.
“Dulu di Danareksa Sekuritas, kami hampir kolaps karena terlibat dalam transaksi spekulatif. Kasus Asabri dan Jiwasraya juga jelas akibat permainan saham seperti ini,” tegasnya.
Purbaya menyebut bahwa praktik goreng saham sudah menjadi “rahasia umum”, namun sangat sedikit pelaku yang benar-benar dijatuhi sanksi tegas. “IDX dan OJK harus lebih tegas membersihkan pasar modal dari pemain-pemain seperti ini. Kalau tidak, pasar kita akan terus dipenuhi spekulan dan bukannya investor jangka panjang,” katanya.
Peringatan Keras untuk IDX dan OJK
Pernyataan keras Purbaya disampaikan sehari setelah dirinya menghadiri rapat dengan manajemen BEI di Jakarta. Dalam pertemuan tersebut, pihak bursa meminta insentif pajak transaksi saham, agar pajak hanya dikenakan sekali — bukan dua kali seperti saat ini (pada transaksi beli dan jual).
Namun Purbaya menolak permintaan itu. “Saya bilang belum bisa. Insentif baru bisa diberikan kalau mereka sudah memperbaiki perilaku pasar dan melindungi investor kecil. Spekulan harus dibatasi dulu,” ujarnya tegas.
Ia menambahkan, pemerintah sebelumnya memang memberi insentif pajak untuk IPO pada masa pemulihan ekonomi 2021–2023. Namun kali ini, menurutnya, fokus utama bukan pada stimulus pajak, melainkan penegakan aturan dan perlindungan investor.
Sistem Ada, Tapi Pengawasan Lemah
Meski BEI telah menerapkan beberapa mekanisme seperti Unusual Market Activity (UMA) dan Full Call Auction (FCA) untuk mendeteksi lonjakan harga yang mencurigakan, Purbaya menilai penegakannya masih lemah.
“Masih banyak saham yang digoreng, naik cepat lalu anjlok lagi. Investor ritel yang jadi korban. Pasar tidak boleh hanya menguntungkan segelintir pihak,” katanya.
Lonjakan IHSG dan Ledakan Investor Ritel
Kritik Purbaya muncul di tengah euforia pasar modal Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) baru-baru ini mencetak rekor tertinggi di level 8.100, naik lebih dari 7 persen sepanjang tahun 2025.
Menurut data OJK, jumlah investor ritel kini mencapai sekitar 13 juta Single Investor ID (SID), meningkat pesat dari 9,5 juta pada 2022. Investor ritel bahkan menyumbang 50–60 persen aktivitas transaksi harian di bursa.
Namun, di balik pertumbuhan itu, Purbaya menilai keberlangsungan pasar modal Indonesia akan bergantung pada transparansi dan keadilan. “Pasar yang sehat tidak boleh membiarkan segelintir pemain mempermainkan harga. Kalau tidak ditindak, investor kecil akan terus jadi korban,” pungkasnya. (nsp)
Load more