Di Tengah Jeritan dan Debu, Dokter Amputasi Darurat Lengan Santri Ponpes Al Khoziny: Saya Bertemu 2 Jenazah
- Naufal Ammar Imaduddin-Antara
tvOnenews.com - Insiden runtuhnya bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Sidoarjo meninggalkan duka mendalam bagi masyarakat.
Sejak runtuhnya bagunan mushola Ponpes Al Khoziny, terhitung hari ini Senin (6/10/2025) sudah memasuki hari ke-8, kini sudah memasuki tahap akhir.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan hingga kini sebanyak 10 korban masih terjebak di reruntuhan.
“Hari ini kita harapkan akan selesai pembersihan dan evakuasi,” ujarnya Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB, Budi Irawan.
Data BNPB per Senin pukul 14.45 WIB mencatat jumlah korban meninggal dunia mencapai 53 orang, sementara enam korban masih dalam perawatan medis.
Sebanyak 97 orang telah selesai menjalani perawatan, termasuk satu korban yang tidak memerlukan penanganan lanjutan.
Di saat Tim SAR gabungan melakukan evakuasi korban, terdapat aksi penyelamatan yang dilakukan dokter demi menyelamatkan nyawa korban yang masih hidup di antara puing-puing bangunan.
Seorang santri ditemukan masih hidup setelah 3 hari dalam reruntuhan, namun lengan kirinya terjepit beton sampai tak ada ruang gerak.
Korban yang bernama Nur Rahmat Rahmatullah, tim medis berpacu dengan waktu sebelum kondisi pasien semakin memburuk.
- istimewa
Ketua tim medis, dr Larona Hydravianto bersama rekan-rekannya harus masuk ke tengah reruntuhan melalui celah sebesar 30-40cm untuk melakukan life saving amputation atau amputasi darurat penyelamatan nyawa.
dr Larona bergerak langsung ke lokasi korban untuk menilai kondisi korban dan melakukan asesmen awal.
“Jadi saya perlu menilai korban ini secara langsung masuk ke situ dari lubang atau dari celah yang aksesnya mungkin hanya sekitar 40cm,” ungkap Ketua Tim Medis, dr Larona Hydravianto pada tayangan Kabar Pagi, tvOne.
“Masuk ke dalam lebih kecil lagi, sekitar 30cm kalau nggak salah. Jadi kita semakin menunduk lagi sampai ke tempatnya korban,” sambungnya.
Dokter ditemani dua rekan lainnya, seorang dokter UGD dan tim Basarnas masuk ke tengah reruntuhan dan menilai kondisi pasien dengan memeriksa nadi.
“Disitu saya sempat bertemu dengan dua jenazah. Sudah sampai di situ, kemudian saya nilai pasien ini saya cek nadi di lehernya dan nadi di pahanya,” ujar dr Larona.
“Lalu pasien sempat saya panggil tapi tidak bisa menjawab hanya suara seperti terengah-engah dan kelihatan sesak tapi kaki masih bisa bergerak,” lanjutnya.
- Tim tvOne - Kabar Pagi
Amputasi dilakukan di bawah reruntuhan tanpa ruang steril bahkan tanpa alat dan fasilitas yang lengkap, demi menyelamatkan nyawa segalanya dipertaruhkan.
Lengan kiri korban terhimpit beton hingga rata dengan lantai, kondisinya sangat tidak memungkinkan.
Sehingga dokter melakukan amputasi darurat untuk menyelamatkan nyawa korban.
“Kemudian saya menilai lengan kirinya sudah betul-betul terhimpit beton sampai rata dengan lantai. Jadi sudah tidak ada celah sama sekali,” terang dokter ortopedi RSUD R.T Notopuro Sidoarjo itu.
“Saya juga masih sempat bisa meraba jari-jarinya memang sudah biru, sudah dingin dan tidak bisa digerakkan sama sekali,” terusnya.
“Disitu saya berpikir bahwa pasien ini juga dalam keadaan lemah, mungkin sudah mengalami syok, sehingga memang harus segera dievakuasi,” pungkasnya.
Kondisi Nur Rahmad berangsur membaik, meski harus kehilangan lengan kirinya namun ia menjadi korban selamat dari insiden runtuhnya mushola Ponpes Al Khoziny Sidoarjo.
(kmr)
Load more