Tolak Anarkisme, Aliansi Mahasiswa Indonesia Gelar Panggung Mahasiswa Bersama Rakyat
- istimewa
Acara kemudian dimeriahkan dengan festival musik kebangsaan, di mana lagu-lagu perjuangan dan kebersamaan dibawakan guna mengobarkan semangat persatuan.
Musik dijadikan medium yang menyatukan mahasiswa dan masyarakat dalam satu rasa kebangsaan.
Sebagai puncak acara, mahasiswa bersama masyarakat membacakan Deklarasi Mahasiswa Indonesia. Deklarasi ini berisi komitmen kolektif untuk menolak anarkisme, mengutamakan dialog, membangun literasi digital, serta menjaga persatuan bangsa.
Momentum ini menandai tekad generasi muda untuk menjadikan tragedi 25 Agustus sebagai pelajaran, sekaligus pijakan menuju masa depan yang damai.
Dalam talkshow “Refleksi Agustus 2025: Menjaga Aspirasi Damai dan Persatuan Bangsa”, para narasumber memberikan pandangan kritis mengenai peran mahasiswa, media sosial, dan solidaritas pasca-kerusuhan.
Silvia Tjan menekankan literasi digital dan tanggung jawab kreator konten. Ia mencontohkan kasus video Bu Sri Mulyani yang viral dan menimbulkan salah persepsi publik.
Menurutnya, mahasiswa harus membiasakan tabayyun dan verifikasi sebelum menyebarkan informasi.
“Headline berita harus selalu di-crosscheck. Kasus video Bu Sri jadi pelajaran bahwa potongan informasi bisa menyesatkan. Mahasiswa perlu tabayyun agar tidak mudah terprovokasi hoaks.”
Kevin Geraldi Nguyen melihat kerusuhan 25 Agustus lahir dari lemahnya literasi politik, infiltrasi kepentingan, dan kurangnya kontrol massa.
Ia membagikan pengalaman di lapangan, mulai dari anak STM yang menyiapkan molotov, keberadaan ibu-ibu berkerudung pink, hingga isu orang hilang. Kevin juga menegaskan perlunya konsekuensi hukum bagi influencer penyebar hoaks.
“Kerusuhan 25 Agustus terjadi karena lemahnya literasi politik, infiltrasi kepentingan, dan minimnya kontrol massa. Dari anak STM yang siapkan molotov, ibu-ibu berkerudung pink, hingga influencer penyebar hoaks—semuanya menunjukkan betapa bahayanya provokasi digital.”
Ahmad Samsul Munir menegaskan organisasi mahasiswa, khususnya BEM, harus jadi penyalur aspirasi tanpa kekerasan.
Ia menekankan pentingnya memilah berita hoaks, menyiapkan tuntutan berbasis data, serta menghindari sikap ikut-ikutan yang justru memicu anarkisme.
“BEM harus kritis berbasis data dan jadi penyalur aspirasi tanpa kekerasan. Kami menolak terjebak dalam hoaks maupun fomo anarkis, karena perjuangan mahasiswa harus menjaga persatuan.”
Achmad Baha’ur Rifqi menyoroti pentingnya solidaritas lintas kampus dan penyampaian tuntutan yang damai. Menurutnya, aksi 25 Agustus harus menjadi pelajaran bersama agar mahasiswa tidak terjebak dalam kepentingan politik jangka pendek.
Load more