Produksi Freeport Anjlok Usai Longsor di Tambang Grasberg, 7 Pekerja Masih Terjebak
- Istimewa
Jakarta, tvOnenews.com – Produksi PT Freeport Indonesia (PTFI) mengalami penurunan drastis setelah insiden longsor material bijih basah di tambang bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC), Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua Tengah. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut operasi tambang hanya berjalan sekitar 30 persen dari kapasitas normal.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Tri Winarno, menegaskan sementara ini produksi di GBC terhenti. “Produksi turun signifikan, mungkin hanya sekitar 30 persen saja,” ujarnya saat ditemui di Senayan, Jakarta, Senin (15/9/2025).
Produksi Freeport Anjlok
Berdasarkan catatan resmi, rata-rata produksi bijih PT Freeport Indonesia pada 2024 mencapai 208.356 ton per hari. Angka itu terdiri dari tembaga, emas, dan perak. Dari jumlah tersebut, tambang GBC menyumbang produksi terbesar, yakni sekitar 133.800 ton per hari atau 64 persen dari kapasitas total Freeport.
Selain GBC, Freeport juga mengoperasikan tambang bawah tanah Deep Mill Level Zone (DMLZ) dengan kapasitas 64.900 ton per hari, serta Big Gossan dengan produksi sekitar 8.000 ton per hari. Penutupan sementara GBC otomatis memberi dampak signifikan terhadap total produksi perusahaan.
Fokus pada Penyelamatan Pekerja
Tri menambahkan, tim gabungan dari Freeport dan Kementerian ESDM masih berupaya melakukan pencarian terhadap tujuh pekerja yang terjebak akibat longsor. “Belum ditemukan, saat ini masih terus diupayakan,” tegasnya.
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Tony Wenas, juga menekankan bahwa keselamatan pekerja menjadi prioritas utama. “Kami kerahkan semua sumber daya untuk menyelamatkan tujuh pekerja yang masih terjebak,” ujarnya.
Tim tanggap darurat PTFI bekerja tanpa henti membuka akses ke lokasi yang diduga menjadi titik keberadaan pekerja. Sejumlah alat berat, mesin bor, hingga drone dikerahkan untuk mempercepat proses evakuasi. Meski begitu, upaya penyelamatan terkendala oleh kondisi material bijih basah yang terus mengalir ke dalam area tambang.
Tantangan Evakuasi
Tony menjelaskan bahwa lumpur bijih basah dalam jumlah besar menutup akses di area Grasberg Block Cave. Kondisi itu membuat jalur evakuasi terbatas, sekaligus mempersulit tim penyelamat. “Material lumpur yang masuk sangat banyak, itu menjadi tantangan terberat bagi tim,” kata Tony.
PTFI juga bekerja sama dengan Inspektur Tambang dari Kementerian ESDM, pihak MIND ID, serta Freeport McMoRan dalam operasi penyelamatan. Selain itu, perusahaan terus berupaya memulihkan akses komunikasi di sekitar lokasi agar koordinasi lapangan lebih lancar.
Kronologi Longsor
Insiden longsor terjadi pada Senin (8/9/2025) malam sekitar pukul 22.00 WIT, tepatnya di area GBC Extraction 28-30 Panel. Aliran material basah dalam jumlah besar keluar dari titik pengambilan produksi di salah satu blok tambang. Material tersebut kemudian menutup jalur utama, sehingga membatasi rute evakuasi tujuh pekerja yang masih berada di dalam lokasi.
Sejumlah pihak, termasuk pemerintah daerah dan Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK), memberikan dukungan penuh agar penyelamatan dapat dilakukan secepat mungkin.
Meski operasi tambang terhenti, Freeport menegaskan keputusan itu adalah langkah penting untuk memprioritaskan keselamatan pekerja. “Produksi bisa dipulihkan, tapi nyawa tidak bisa digantikan,” tegas Tony Wenas.
Hingga kini, publik menanti kabar baik dari upaya penyelamatan tujuh pekerja yang masih terjebak. Pemerintah pusat, daerah, dan manajemen Freeport berkomitmen memberikan perhatian penuh pada insiden besar di salah satu tambang emas dan tembaga terbesar dunia ini. (ant/nsp)
Load more