Prabowo Tegaskan Bahaya Makar, Apa Sebenarnya Makna dan Aturan Hukumnya?
- Tangkapan Layar
Jakarta, tvOnenews.com – Presiden Prabowo Subianto menegaskan sikap tegas pemerintah terhadap tindakan anarkis yang merusak fasilitas umum dan mengancam keamanan negara. Dalam konferensi pers usai pertemuan dengan para ketua umum partai politik dan jajaran kabinet di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (31/8/2025), Prabowo menyebut sejumlah aksi belakangan ini berpotensi mengarah pada makar dan bahkan terorisme.
“Kita tidak dapat pungkiri bahwa sudah mulai kelihatan gejala adanya tindakan-tindakan di luar hukum, bahkan melawan hukum, bahkan ada yang mengarah kepada makar dan terorisme,” ujar Prabowo.
Ia menegaskan, penyampaian aspirasi adalah hak yang dilindungi undang-undang. Namun, ketika aksi berubah menjadi kerusuhan, penjarahan, perusakan fasilitas publik, hingga mengancam keselamatan rakyat, maka negara wajib hadir dan menindak tegas.
“Saya perintahkan TNI dan Polri untuk mengambil tindakan setegas-tegasnya terhadap segala macam pengrusakan fasilitas umum, penjarahan terhadap rumah individu ataupun tempat-tempat umum maupun sentra-sentra ekonomi sesuai hukum yang berlaku,” tegasnya.
Apa Itu Makar?
Istilah makar kembali mencuat ke publik seiring dengan pernyataan Prabowo. Secara etimologi, kata makar berasal dari bahasa Arab makron yang berarti tipu daya, akal busuk, atau pengkhianatan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makar diartikan sebagai akal jahat atau tipu muslihat, usaha untuk menyerang atau membunuh orang, serta tindakan menjatuhkan pemerintahan yang sah.
Dalam dunia hukum, kata makar sering dipakai untuk menerjemahkan istilah Belanda aanslag yang bermakna serangan keras atau serangan dengan kekuatan penuh. Walaupun tidak didefinisikan secara eksplisit dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), istilah ini erat kaitannya dengan kejahatan terhadap keamanan negara.
Sejarah Kasus Makar di Indonesia
Upaya makar bukan hal baru dalam sejarah Indonesia. Beberapa contohnya:
-
Pemberontakan Kuti (1319) terhadap Kerajaan Majapahit.
-
Aksi Aria Penangsang (1549) terhadap Kesultanan Demak.
-
Daniel Maukar (1960-an), perwira AURI yang menyerang Istana Negara dengan pesawat tempur pada era Presiden Soekarno.
-
Raymond Westerling (1950), yang memimpin upaya kudeta di awal kemerdekaan.
Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa makar selalu dipandang sebagai ancaman serius terhadap kedaulatan negara.
Aturan Hukum Tentang Makar
KUHP mengatur makar dalam sejumlah pasal terkait kejahatan terhadap keamanan negara, di antaranya:
-
Pasal 87: makar dianggap ada sejak niat tampak dari awal pelaksanaan.
-
Pasal 104: makar untuk membunuh atau meniadakan kemampuan Presiden/Wakil Presiden, ancaman pidana mati, penjara seumur hidup, atau maksimal 20 tahun.
-
Pasal 106: makar untuk memisahkan wilayah negara, ancaman pidana seumur hidup atau maksimal 20 tahun.
-
Pasal 107: makar menggulingkan pemerintah, ancaman maksimal 15 tahun, dan pengatur makar bisa seumur hidup.
-
Pasal 139a-139b: makar terhadap negara sahabat, ancaman hukuman 4–5 tahun penjara.
Mahkamah Konstitusi (MK) sendiri menolak permohonan pembatasan makna makar hanya sebatas “serangan”. MK menegaskan bahwa percobaan makar pun bisa diproses hukum, karena menunggu aksi benar-benar terjadi justru menimbulkan ketidakpastian hukum.
Makar dan Kebebasan Berpendapat
Prabowo juga menegaskan bahwa kebebasan berpendapat tetap dijamin, termasuk hak untuk berkumpul dan menyampaikan aspirasi. Namun, ia mengingatkan masyarakat untuk tidak terjebak provokasi kelompok tertentu yang ingin mengadu domba bangsa.
“Silakan sampaikan aspirasi yang murni dengan baik dan damai. Kami pastikan akan didengar, dicatat, dan ditindaklanjuti,” tegasnya.
Pernyataan Presiden ini sekaligus menegaskan batas yang jelas: kritik damai adalah hak, sedangkan makar adalah tindak pidana serius yang mengancam keutuhan negara. (nsp)
Load more