Haris Rusly Moti: Tidak Ada yang Disisihkan dan Dikalahkan di Balik Abolisi dan Amnesti
- IST
Jakarta, tvOnenews.com - Aktivis gerakan mahasiswa 1998, Haris Rusly Moti, menilai pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Thomas Lembong bukan bentuk keberpihakan pemerintah terhadap pihak tertentu, melainkan langkah merajut kembali persatuan bangsa pasca Pemilu Presiden.
Pertama, dia berharap, dalam memperingati dan merayakan Kemerdekaan Indonesia yang ke 80 tahun, seluruh pemimpin bangsa dapat rukun dan bersatu. "Itu juga yang menjadi harapan Presiden Prabowo di setiap pidatonya. Kata Presiden Prabowo, kunci Indonesia maju adalah pemimpin dan elitenya rukun, kompak dan bersatu," ujarnya, mengutip pernyataan Prabowo.
Dia melanjutkan, pernyataan senada juga pernah disampaikan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Ir. Soekarno. "Dalam salah satu pidato memperingati kemerdekaan Indonesia, Bung Karno mengatakan, ratusan tahun lamanya kita berjuang, tapi tidak berhasil meraih kemerdekaan, karena kita tidak bersatu. Tahun 1945 kita dapat memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, itu karena kita bersatu," ucapnya, mengutip pernyataan Bung Karno.
Kedua, sangat wajar jika warga negara berharap para pemimpin bangsa dapat memberikan teladan kerukunan, persaudaraan dan persatuan. "Kita berharap, dalam memperingati Kemerdekaan Indonesia yang ke 80 tahun, Presiden Prabowo dapat bergandengan tangan dengan mantan Presiden Megawati, mantan Presiden SBY, dan mantan Presiden Jokowi," imbuhnya.
Ketiga, sepanjang 80 tahun kemerdekaan, jiwa dan batin bangsa dibuat retak dan terpolarisasi akibat tragedi politik masa lalu, Orde lama versus Orde Baru, Orde Baru versus Orde Reformasi. Di era reformasi, rekayasa polarisasi lahir dari perbedaan pandangan dan pilihan politik saat Pilpres langsung.
"Bangsa kita sepanjang sejarah kemerdekaan dibuat persis makhluk 'kanibal' yang hobi memangsa daging saudara sebangsa. Kita berharap, luka-luka sejarah tidak dipelihara dan diwariskan secara turun temurun yang membentuk genetik konflik dan perpecahan," ucapnya.
Keempat, lima kali Pilpres langsung yang dijalankan Indonesia menyisahkan luka dan retak antar pemimpin bangsa. Pilpres pertama yang menempatkan SBY sebagai Presiden terpilih mewariskan retak antara SBY dengan Megawati. Demikian juga Pilpres kelima yang menempatkan Prabowo sebagai Presiden terpilih menyisahkan retak antara Megawati dengan Joko Widodo.
"Pilpres ketiga dan keempat yang nyaris membuat bangsa terbelah, namun Jokowi dan Prabowo berhasil merekatkan diri dalam kerukunan dan persatuan," terangnya.
Load more