Surplus Dagang RI Diklaim Tembus Rp65,7 Triliun pada Juni 2025
- tvOnenews.com/Abdul Gani Siregar
Jakarta, tvOnenews.com - Perdagangan, Budi Santoso, mengungkapkan pada Juni 2025, Indonesia mencatat surplus perdagangan sebesar US$4,10 miliar atau sekitar Rp65,7 triliun.
Ini menandai tren surplus selama 62 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
“Secara kumulatif, neraca perdagangan Indonesia periode semester I-2025 adalah US$ 19,48 miliar atau lebih tinggi dibandingkan tahun lalu, yaitu US$ 15,58 miliar,” kata Budi, dalam konferensi pers di Auditorium Kemendag, Jakarta Pusat, Senin (4/8/2025).
Surplus tersebut berasal dari selisih antara surplus perdagangan non-migas sebesar US$28,31 miliar dan defisit perdagangan migas sebesar US$8,83 miliar.
Sepanjang semester I-2025, total ekspor Indonesia mencapai US$135,41 miliar, naik 7,70 persen secara kumulatif dibanding periode yang sama tahun lalu.
Pertumbuhan ini didorong oleh ekspor non-migas yang tumbuh 8,96 persen menjadi US$128,39 miliar. Sementara ekspor migas justru turun 11,04 persen menjadi US$7,03 miliar.
“Kinerja ekspor nasional pada semester I-2025 telah menunjukkan perkembangan yang positif dan menjadi sinyal kuat bagi pencapaian target ekspor tahunan. Target ekspor tahunan nasional kita 7,10 persen dan dalam semester I-2025 ini 7,70 persen,” jelas Budi.
Amerika Serikat tercatat sebagai mitra dagang dengan kontribusi surplus tertinggi bagi Indonesia.
“Kalau kita lihat mitra dagang kita, atau surplus kita tertinggi adalah ke Amerika, yaitu menyumbang surplus yang tertinggi sampai semester 1 ini sebesar US$9,92 miliar (atau setara Rp162,6 triliun),” ujarnya.
“Ini pertanda bahwa produk-produk Indonesia masih punya daya saing, meskipun ini belum diberlakukan tarif resiprokal. Jadi nanti kita akan mendorong terus dan kita tentu akan berupaya setelah dilakukan beberapa tarif resiprokal ekspor kita tetap terus meningkat,” lanjutnya.
Surplus juga tercatat dengan India sebesar 6,64%, Filipina 4,36 persen, Malaysia 3,67 persen, dan Vietnam 2,21 persen. Dari sisi kawasan, Indonesia mencatat surplus sebesar US$9,6 miliar ke ASEAN dan US$3,8 miliar ke Uni Eropa.
Namun demikian, Indonesia masih mengalami defisit dengan sejumlah negara, termasuk China.
“Kita mengalami beberapa defisit dengan negara lain, termasuk dengan China,” ujar Budi.
Meski mencatat defisit, China tetap menjadi tujuan ekspor utama Indonesia.
“Kalau kita lihat, defisit China ini sebenarnya adalah tujuan ekspor utama Indonesia, yaitu sebesar US$29,31 miliar, dan yang kedua adalah Amerika sebesar US$14,79 miliar, kemudian disusul India, Jepang, dan Malaysia,” ungkapnya.
Impor dari China sebagian besar merupakan bahan baku dan barang modal.
“Tadi saya sampaikan kita mengalami defisit, tetapi apa yang kita impor? Sebenarnya yang kita impor adalah bahan baku dan penolong itu sebesar 71,38 persen, kemudian bahan modal 19,84 persen, dan bahan konsumsi 7,7 persen,” jelas Budi.
Dari sisi pertumbuhan, impor bahan modal tercatat meningkat signifikan.
"Kalau kita lihat pertumbuhan impornya, bahan modal itu naik yang cukup signifikan 20,9 persen, bahan konsumsi turun 2,47 persen, kemudian bahan baku atau penolong naik 2,56 persen,” paparnya.
“Artinya, bahan baku penolong dan bahan modal ini untuk proses industri. Sehingga dengan demikian, proses industri di dalam negeri berjalan dengan baik,” pungkas Mendag. (agr/raa)
Load more