Tim Pemeriksa Bergerak, Saksi Kasus Oknum Guru Besar Unsoed Mulai Disidik Diam-Diam
- Istimewa
Purwokerto, tvOnenews.com – Tim Pemeriksa yang dibentuk Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) mulai melakukan pendalaman serius dalam kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan seorang oknum dosen bergelar profesor. Setelah memanggil pelapor dan terlapor, tim kini mengagendakan pemanggilan saksi-saksi serta tenaga ahli sebagai bagian dari proses pembuktian dan pengumpulan keterangan mendalam.
Langkah ini menunjukkan bahwa proses investigasi tidak hanya bersifat administratif, melainkan mencakup kajian mendalam yang berorientasi pada perlindungan korban dan kejelasan fakta hukum.
“Proses masih berlangsung. Kami tidak terburu-buru mengambil kesimpulan karena kami ingin setiap tahapan berjalan obyektif dan menyeluruh,” ujar Prof. Dr. Kuat Puji Prayitno, Ketua Tim Pemeriksa sekaligus Wakil Rektor Bidang Keuangan dan Umum Unsoed, melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (24/7/2025)
Pendalaman Fokus ke Bukti dan Relasi Kuasa
Sumber internal menyebutkan bahwa pendalaman bukan hanya mencakup kronologi peristiwa, namun juga menyentuh pada konteks relasi kuasa antara dosen dan mahasiswa, yang kerap menjadi unsur krusial dalam kasus kekerasan seksual di dunia akademik.
Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) turut dilibatkan sebagai bagian dari unit pelapor awal. Sejumlah protokol pendampingan psikologis dan perlindungan identitas korban juga disebut tengah diaktifkan.
Dukungan Kelembagaan dan Tantangan Penanganan
Unsoed menegaskan bahwa penyelesaian kasus ini dilakukan dengan tetap menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian, transparansi, dan akuntabilitas. Dalam pernyataannya, pihak universitas juga membuka peluang menghadirkan tenaga ahli dari luar kampus jika dibutuhkan.
Namun, sejumlah pengamat menilai tantangan utama dalam kasus kekerasan seksual di kampus bukan hanya pada proses pemeriksaan, tetapi juga pada keberanian korban untuk bersuara. Budaya diam, tekanan sosial, dan ketimpangan kuasa kerap membuat proses pelaporan menjadi terhambat atau bahkan gagal.
Kampus Harus Jadi Ruang Aman, Bukan Ruang Takut
Kasus ini membuka kembali diskusi publik tentang pentingnya memastikan ruang aman di lingkungan akademik. Banyak mahasiswa, terutama perempuan, menyimpan pengalaman tak mengenakkan yang kerap tidak pernah sampai ke tahap pelaporan resmi.
Dosen atau pihak kampus yang menyalahgunakan otoritas akademik untuk kepentingan personal, apalagi dalam bentuk kekerasan seksual, mencederai semangat tridarma perguruan tinggi dan kepercayaan publik.
Satgas PPKS Didorong Perkuat Fungsi Pencegahan
Keberadaan Satgas PPKS sebagai benteng pertama pencegahan dan pelaporan harus diperkuat. Bukan hanya dalam hal prosedural, tetapi juga dalam fungsi edukasi, kampanye kesadaran, dan pelatihan etika dosen.
Unsoed sendiri dalam beberapa tahun terakhir mengklaim telah menyelesaikan sejumlah kasus kekerasan seksual secara internal, namun minim informasi yang terbuka ke publik. Karena itu, kasus ini menjadi uji komitmen serius bagi kampus negeri tersebut untuk benar-benar berdiri di sisi korban dan keadilan.
Transparansi Jadi Tuntutan Publik
Berbagai kalangan kini mendorong Unsoed membuka proses dan hasil investigasi secara bertahap kepada publik, tanpa menunggu desakan luar. Sebab, keterbukaan informasi justru akan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap integritas institusi pendidikan.
“Kami tegaskan, Unsoed tidak akan menutup mata. Kami akan proses dan tindaklanjuti sesuai prosedur dan hukum yang berlaku,” pungkas Prof. Kuat.
Lebih dari Sekadar Kasus, Ini Momentum Perubahan Budaya Kampus
Kasus dugaan kekerasan seksual di Unsoed bukan sekadar ujian penyelesaian satu peristiwa. Ini adalah momentum penting untuk mengubah budaya kampus menjadi lebih aman, adil, dan berpihak kepada korban. Tanggung jawab institusi bukan hanya menyelesaikan, tapi juga mencegah agar tidak ada korban berikutnya. (nsp)
Load more