Kritik terhadap Narasi “Ekspor” Pekerja: Perlunya Reformulasi Paradigma Penempatan PMI
- Antara
Jakarta, tvOnenews.com - Sebuah surat resmi dari salah satu kementerian yang menyebutkan frasa "ekspor perdagangan tenaga kerja Indonesia" tengah menjadi sorotan dan viral di sejumlah grup WhatsApp. Surat itu ditujukan kepada perwakilan Indonesia di luar negeri, dengan permintaan untuk mengundang serta mengumpulkan data pelaku usaha di sektor ketenagakerjaan dalam rangka pelaksanaan misi dagang yang akan digelar pada 21–22 Agustus 2025.
Kandungan surat tersebut menuai perhatian karena membawa narasi bahwa tenaga kerja Indonesia—yang seharusnya dilindungi dan diberdayakan sebagai warga negara—justru dikemas seolah sebagai komoditas ekspor dalam kerangka dagang. Penggunaan istilah tersebut dinilai mengabaikan prinsip perlindungan terhadap pekerja migran yang telah lama diperjuangkan dalam kebijakan nasional maupun konvensi internasional.
Padahal, dalam konteks globalisasi ketenagakerjaan, penempatan pekerja migran semestinya diiringi dengan sistem perlindungan yang kuat, bukan semata pendekatan komersial. Negara memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan pekerja migran terlindungi secara hukum, mendapatkan hak yang layak, serta tidak dijadikan objek eksploitasi oleh pasar tenaga kerja internasional.
Indonesia sejatinya telah lama berupaya memperkuat kualitas dan posisi pekerja migran, sejalan dengan peningkatan kompetensi serta penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang mendorong kebutuhan tenaga terampil di sektor teknik seperti otomotif, manufaktur, hingga mesin. Oleh karena itu, paradigma penempatan PMI harus ditekankan pada pemberdayaan sumber daya manusia unggul, bukan sebagai barang dagangan lintas negara.
Migrant CARE Buka Suara soal Surat Ekspor Tenaga Kerja
Organisasi yang fokus pada isu pekerja migran, Migrant CARE, turut angkat bicara mengenai beredarnya surat dari kementerian tersebut. Mereka menilai isi surat sangat memprihatinkan karena menyamakan manusia—dalam hal ini pekerja migran Indonesia—dengan komoditas dagang.
“Kita masuk ke era komodifikasi pekerja migran Indonesia. Negara telah jadi pelaku human trafficking, alias trafficking by state. Mereka melakukan perdagangan manusia. Baru kali ini, ada istilah ekspor perdagangan tenaga kerja. Memalukan dan menyedihkan,” kata Direktur Eksekutif Migrant CARE, Wahyu Susilo, dalam keterangannya kepada media, Kamis (18/7/2025).
Menurut Wahyu, pemilihan istilah “ekspor tenaga kerja” mencerminkan rendahnya pemahaman lembaga terkait terhadap prinsip-prinsip perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI). Ia menekankan bahwa penggunaan istilah tersebut memberi kesan bahwa penempatan pekerja hanyalah urusan transaksi dagang, tanpa memikirkan aspek hak asasi manusia.
Load more