Olahraga Padel Kena Pajak, Ini Penjelasan Pemprov DKI Jakarta
- Istimewa
Jakarta, tvOnenews.com - Olahraga padel kini tengah menjadi tren di kalangan masyarakat urban khususnya di wilayah Jakarta.
Tingginya minat menyebabkan antrean penyewaan lapangan kian panjang, bahkan dengan biaya sewa yang cukup tinggi.
Namun, belakangan muncul pertanyaan di masyarakat usai permainan padel dikenai kebijakan pajak hiburan.
Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta, Lusiana Herawati mengatakan pemungutan pajak atas olahraga padel sebenarnya bukan hal baru.
"Pajak atas kegiatan hiburan sudah diberlakukan sejak lama melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997. Pajak daerah, termasuk pajak hiburan, merupakan bentuk kontribusi warga negara dalam membiayai pembangunan dan pelayanan publik," kata Lusiana, Jakarta, Jumat (4/7/2025).
Lusiana menuturkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, hiburan mencakup segala bentuk tontonan, pertunjukan, permainan, dan keramaian yang dikenakan biaya.
Ia memaparkan objek pajaknya antara lain pertunjukan seni, film, musik, diskotek, permainan biliar, pusat kebugaran, hingga pertandingan olahraga.
"Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 13 Tahun 2010 yang telah diperbarui melalui Perda Nomor 3 Tahun 2015, bahkan secara tegas menyebutkan olahraga seperti renang, tenis, squash, dan futsal sebagai objek pajak hiburan," jelas Lusiana.
"Dengan kata lain, pemajakan terhadap olahraga permainan telah berlangsung cukup lama dan berjalan tanpa polemik," sambungnya.
Di sisi lain, kata Lusiana, perubahan kemudian hadir melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Regulasi ini memperkenalkan klasifikasi baru dalam perpajakan daerah, yakni Pajak atas Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).
Menurutnya salah satu objek PBJT adalah jasa kesenian dan hiburan, termasuk olahraga permainan yang dilakukan di ruang atau tempat khusus dan menggunakan peralatan tertentu.
"Olahraga permainan seperti padel tidak dikategorikan sebagai hiburan mewah, sehingga tarif pajaknya ditetapkan sebesar 10 persen, lebih rendah dibanding Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang mencapai 11 persen," ungkapanya.
Lusiana mengatakan tarif tinggi hingga 75 persen hanya berlaku untuk hiburan mewah yang bersifat eksklusif dan perlu dikendalikan konsumsinya.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah menetapkan ketentuan lebih lanjut melalui Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024.
Load more