Cerita Sutradara Film Sekaligus Aktivis Natasha Dematra: Jadi Kandidat Raih Nominasi Nobel Peace Prize Hingga Tempuh Pendidikan di Harvard
- Istimewa
Jakarta, tvOnenews.com - Natasha Dematra tampaknya mengikuti jejak Damien Dematra (alm) dengan menekuni bidang aktivisme, seni dan lainnya.
Ia menjadi kandidat peraih Nominasi Nobel Peace Prize, aktivis, sutradara film, penulis, aktris, penyanyi, penulis lagu, editor, produser, pembicara publik. Natasha juga diketahui pernah menerima lebih dari 200 penghargaan dalam bidang aktivisme, seni dan lainnya.
Sejak awal tahun 2024, Natasha telah melanjutkan pendidikan S2 di Harvard Kennedy School Jurusan Ilmu Politik.
"Merupakan kehormatan buat saya dapat mengenyam pendidikan dan belajar di Harvard," kata Princess Natasha Dematra kepada wartawan, Rabu (28/5/2025).
"Semoga apa yang saya pelajari disini dapat berguna untuk nusa dan bangsa," sambungnya.
Perempuan kelahiran 9 April 1998 ini memecahkan rekor 'Sutradara Wanita Termuda di Dunia untuk Film Layar Lebar' dari Museum Rekor Dunia MURI (Museum Rekor Dunia) dan Royal World Records.
Sebagai seorang produser, Natasha menerima Film Terbaik di berbagai festival internasional. Termasuk peraih keseluruhan Grand Jury Prize dari Amsterdam International Film Festival. Dia telah memproduksi 14 film hingga saat ini.
Ia secara resmi diangkat menjadi Putri dengan gelar "Kanjeng Mas Ayu" dari Kerajaan Surakarta atas prestasinya yang luar biasa di usia yang begitu muda. Ia kembali menerima gelar Kerajaan dari Kerajaan Pakualaman. Pada bulan Juni 2016, Natasha menerima penghargaan "Singa Putih" dari Kerajaan Tallo atas kontribusinya terhadap lingkungan.
Natasha juga telah menerima banyak Penghargaan Kemanusiaan, Penghargaan Lingkungan, dan Penghargaan Keberagaman & Inklusi atas karya kemanusiaannya dari banyak lembaga internasional.
Majalah Femina memilih Natasha sebagai salah satu dari 50 Pembuat Berita Wanita Terbaik 2016 di dunia bersama dengan Hillary Clinton, Melania Trump, Angelina Jolie dan Emma Watson. Pada Hari Kartini, ia diberi gelar “Kartini Modern” oleh salah satu majalah terkemuka di Indonesia.
Sejak 2017, ia merupakan direktur eksekutif Visions of Peace; sebuah inisiatif kolaborasi antara Amerika dan Indonesia yang berkantor pusat di New York, untuk membawa perdamaian kepada generasi muda Indonesia dari usia 5-18 tahun.
Ia mendirikan Youth for Peace dan World Youth Peace Day. Pesertanya mencakup banyak negara seperti: India sebagai negara utama, Belanda, Filipina, Amerika Serikat dan 75 negara lainnya. Natasha juga merupakan Secretary General dari Culture for Peace Movement dan International Culture Day Worldwide Family dengan anggota lebih dari 150 negara.
Pada 2022, ia meluncurkan film dokumenter “Holy Prostitution” yang merupakan film tentang fenomena nikah mut'ah atau nikah kontrak di Indonesia dan beberapa negara di dunia. Film ini telah menarik perhatian dunia.
Di dalam negeri, film ini telah melakukan road show ke 20 wilayah berbeda. Ia juga merupakan Ketua Penyelenggara Peace20, sebuah inisiatif global yang bertujuan untuk terlibat secara aktif sebagai kelompok keterlibatan G20. Pada KTT Peace20 di India, ia diundang dan membuka acara tersebut bersama dengan PBB dan banyak pemuda di India.
Acara ini didukung oleh PBB dan diselenggarakan untuk mendukung kepresidenan pemerintah India yang menjadi tuan rumah G20 bersama Perdana Menteri India dan Sekretaris Jenderal PBB untuk melaksanakan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang fokus pada perdamaian, keadilan dan kekuatan. institusi.
Atas kontribusinya bagi perdamaian, ia dinominasikan untuk mendapatkan Nobel Peace Prize. Kini, ia sedang menempuh program pendidikan S2 di Harvard Kennedy School.
Melalui program Visions of Peace Initiative, peserta di Indonesia telah belajar untuk merangkul nilai universal antar agama dan kesopanan sosial yang dikenal sebagai Aturan
"Saya harap dapat melanjutkan legacy daddy (Damien Dematra) untuk dapat terus berjuang untuk perdamaian dan membuat dunia ini lebih baik," pungkas Natasha Dematra.
Load more