Luput dari Perhatian Publik! Pushati Bedah PP 28/2022: Dilema Piutang Negara vs Prinsip Negara Hukum
- tvOnenews - akhyar
Jakarta, tvOnenews.com - Pusat Studi Hukum Konstitusi (Pushati) Fakultas Hukum Universitas Trisakti menyelenggarakan seminar nasional dengan tema 'Membedah PP 28/2022: Dilema Piutang Negara Vs Prinsip Negara Hukum'.
Seminar nasional yang dselenggarakan di Auditorium Prof. E. Suherman Gedung H Fakultas Hukum Universitas Trisakti itu menghadirkan sejumlah narasumber seperti Dirjen AHU Kemneterian Hukum RI, Widodo, Ketua Mahkamah Konstitusi Periode 2013-2015, Hamdan Zoelva, Prof Wicipto Setiadi yang merupakan guru besar Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta dan Riawan Tjandra selaku Pakar Keuangan Negara Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta.
Kemudian, dalam sambutannya Ketua Pushati FH Usakti, Ali Rido menyampaikan, Pushati selaku Lembaga kajian yang concern di bidang hukum konstitusi terus berkomitmen untuk menyumbangkan pikiran dan gagasan melalui penelitian, kajian, seminar atau diskusi terkait masalah-masalah ketatanegaraan di Republik Indonesia.
"Isu yang diangkat dalam seminar kali ini adalah isu yang sangat penting akan tetapi agak luput dari perhatian publik," ujar Ketua Pushati FH Usakti, Ali Rido usai acara dibuka secara resmi oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Trisakti Prof Siti Nurbaiti, Selasa (27/5/2025).
Masalah penyelesaian Piutang Negara merupakan masalah yang sudah lama dihadapi Pemerintah. Namun kata dia, tak kunjung usai.
"Kebijakan-kebijakan yang diambil Pemerintah misalnya dengan menerbitkan PP 28/2022 tentang Panitia Urusan Piutang Negara justru berpotensi melanggar asas dan prinsip Negara Hukum sebagaimana diamanatkan oleh UUD NRI 1945."
“Negara tidak boleh sewenang-wenang dalam mengambil kebijakan yang justru bisa kontraproduktif terhadap prinsip dan tatanan konstitusionalisme,” jelas Ketua Pushati.
Melalui seminar nasional ini, ia berharap bisa melahirkan gagasan untuk revisi dan penyempurnaan PP 28/2022.
Di sisi lain, Dirjen AHU Kemneterian Hukum RI, Widodo dalam paparannya menyampaikan PP 28/2022 ini sebenarnya bertujuan untuk memperkuat tugas dan wewenang pengurusan piutang negara oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN).
"Dan diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam penagihan dan penyelesaian piutang negara," jelasnya.
Namun demikian, Ketua Mahkamah Konstitusi Periode 2013-2015, Hamdan Zoelva memberikan catatan terhadap PP 28/2022 yang dianggap overlapping dengan norma yang lebih tinggi.
“sebagai sebuah peraturan delegasi atau peraturan pelaksana, maka PP tidak boleh bertentangan dengan norma yang lebih tinggi termasuk dengan Undang-Undang yang mendelegasikan yaitu UU 49 prp 1960,” kata dia.
Sebagai contoh, dia jelaskan, perluasan subjek penanggung hutang dalam PP 28/2022 telah menabrak dan bertentangan dengan berbagai norma undang-undang serta prinsip-prinsip hukum umum yang diakui secara universal.
"Belum lagi pengaturan soal Paksa Badan, tindakan keperdataan dan layanan publik yang seharusnya tidak boleh daitur dalam leval PP, karena sesuai konstitusi jelas ditegaskan seluruh pembatasan terhadap Hak Asasi Manusia harus diatur dalam level Undang-Undang," bebernya.
Sementara, Guru Besar Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta, Prof Wicipto Setiadi selaku ahli perundang-undangan yang pada pokoknya menyatakan, sejumlah pengaturan di dalam PP 28/2022 terdapat potensi disharmoni dan pertentangan diantaranya pertama, terhadap UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara.
"Jika tanpa pembatasan atau kontrol administratif yang jelas, ada potensi pelimpahan wewenang berlebihan ke PUPN."
"Kedua, terhadap UU No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan, jika tidak ada mekanisme keberatan dan pengawasan yang transparan, ini bisa bertentangan dengan asas due process."
"Dan ketiga, terhadap Hak Konstitusional Warga Negara, kewenangan PUPN melakukan penyitaan dan pelelangan dapat memicu potensi pelanggaran hak milik jika prosedurnya tidak mematuhi prinsip-prinsip hukum acara yang adil," ungkapnya.
Di samping itu, Pakar Keuangan Negara Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta, Riawan Tjandra dalam paparannya menyampaikan beberapa problematika hukum dalam penanganan piutang Negara.
"Di antaranya sejauh mana batas materi muatan peraturan pelaksanaan, apakah hanya yang langsung diperintahkan dalam undang-undangnya?,"
"Bagaimana teknis pelaksanaan undang- undangnya dalam regulasi derivatnya, apa batasan norma hukum baru. Hal-hal ini masih problematik di dalam PP 28/2022," pungkasnya. (aag)
Load more