Soal AS Soroti QRIS dan GPN, KPPU Sebut Indonesia Tak Pernah Melarang Penggunaan Visa atau Mastercard
- Adinda Ratna Safira/tvOnenews
Jakarta, tvOnenews.com - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) angkat bicara soal Amerika Serikat yang merespon soal adanya pembayaran di Indonesia melalui Quick Response Indonesian Standart (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN).
Wakil Ketua KPPU, Aru Armando mengungkapkan bahwa hal ini perlu dipertanyakan kepada AS mengapa menyoroti dua kebijakan pembayaran tersebut.
Pasalnya dua pembayaran digital itu tentunya merupakan upaya pemerintah untuk mempermudah masyarakat dalam melakukan pembayaran.
“Ya justru kita mau pertanyakan kalau GPN dan QRIS ini dipertanyakan oleh pemerintah Amerika Serikat. Karena justru ini adalah satu upaya dari pemerintah ya untuk memberikan pilihan kepada konsumen untuk menggunakan mekanisme pembayaran,” terang Aru, kepada awak media, pada Senin (5/5/2025).
Lebih lanjut Aru menyebutkan bahwa jika Indonesia dipaksa hanya menggunakan misalnya Visa atau Mastercard dalam pembayaran, itu justru melanggar persaingan usaha yang sehat.
“Sementara kalau kita melihat dari prinsip persaingan usaha yang sehat, seharusnya Amerika Serikat yang katanya negara pertama yang mempunyai undang-undang persaingan usaha atau antitrust, harus mengetahui dan mengerti bahwa sebenarnya QRIS atau GPN ini kan justru memberikan opsi kepada masyarakat untuk memilih ya, sesuai dengan preferensinya mekanisme pembayaran seperti apa yang mau digunakan. Apakah Visa, apakah Master, apakah GPN atau QRIS,” jelasnya.
Sementara itu Aru menyebutkan bahwa di Indonesia tidak pernah melarang penggunaan Vida atau Mastercard. Sehingga menurutnya, Amerika tidak perlu menyoroti pembayaran QRIS dan GPN.
“Indonesia tidak pernah melarang penggunaan Visa atau Mastercard di Indonesia. Sehingga tidak perlu ada pertanyaan terkait dengan penggunaan QRIS atau GPN, karena itu justru sebenarnya dari sisi persaingan memberikan opsi kepada konsumen untuk memilih,” terang Aru.
“Dan menurut saya itu adalah berkaitan dengan kedaulatan nasional Indonesia. Karena dengan QRIS dan GPN itu akan memberikan kemudahan bagi masyarakat khususnya UMKM,” sambungnya.
Sebelumnya diberitakan, Hubungan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat kembali menghangat. Kali ini, pemicunya datang dari dunia finansial digital: GPN) dan QRIS.
Washington menyebut dua kebijakan sistem pembayaran ini sebagai hambatan perdagangan, bahkan menilai Indonesia melakukan praktik diskriminatif terhadap perusahaan asing.
Tudingan itu terangkum dalam laporan tahunan bertajuk 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers (NTE) yang dirilis oleh United States Trade Representative (USTR).
Menurut mereka, GPN dan QRIS mempersempit ruang gerak raksasa fintech asal Amerika seperti Visa dan Mastercard.
USTR secara gamblang menyebut bahwa aturan sistem pembayaran nasional Indonesia telah menciptakan tembok tinggi bagi pelaku usaha asing.
Mereka menyayangkan kewajiban proses transaksi harus melalui jaringan lokal, dan menilai ini sebagai bentuk proteksionisme digital yang mengancam ekosistem global.
“Persyaratan lokal seperti itu menghambat partisipasi penyedia layanan asing, serta menciptakan ketidakpastian bagi investor global,” tulis laporan NTE 2025.
Visa dan Mastercard disebut harus menanggung biaya tambahan dan kehilangan fleksibilitas operasional akibat aturan lokal yang diterapkan Bank Indonesia.
Sistem QRIS pun dinilai menyulitkan interkoneksi internasional karena harus melewati jaringan domestik.
Tak hanya menyoroti aspek bisnis, AS juga menyoroti potensi ancaman terhadap sistem keuangan dunia.
Bila banyak negara mengikuti jejak Indonesia, akan muncul risiko fragmentasi sistem pembayaran global yang dapat mengganggu arus transaksi internasional.
“Langkah seperti ini dapat menciptakan ekosistem tertutup dan menghambat interoperabilitas lintas negara,” tulis USTR dalam laporannya.
Mereka juga menyebut isu perlindungan data dan hak kekayaan intelektual sebagai konsekuensi dari kewajiban penyimpanan data di dalam negeri.
Di sisi lain, Indonesia justru memandang GPN dan QRIS sebagai titik balik kedaulatan sistem pembayaran nasional.
Bank Indonesia menegaskan bahwa sistem ini dirancang untuk menurunkan biaya transaksi, meningkatkan efisiensi, dan menjamin keamanan data masyarakat.
“Tujuan kita jelas, bukan untuk membatasi pihak asing, tetapi untuk melindungi kepentingan nasional di tengah dinamika ekonomi global,” ujar Deputi Gubernur BI dalam forum keuangan internasional, dikutip pada hari Minggu (20/4/2025). (ars/muu)
Load more