DPR Harap Semua Pihak Bijak Sikapi Polemik Tuntutan THR dan Status Mitra Platform Online
- tvOne - syamsul huda
Jakarta, tvOnenews.com - Mantan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker 2014-2019), yang saat ini juga menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa periode 2024-2029, Muhammad Hanif Dhakiri, menanggapi usulan pemberian tunjangan hari raya (THR) bagi driver ojek online (ojol).
Dia menekankan pentingnya solusi jangka panjang yang tidak membahayakan dunia usaha dan investasi.
“Kebijakan populis yang diambil tanpa kepastian hukum dapat berdampak negatif terhadap iklim investasi, terutama di sektor digital dan ekonomi gig,” ujar Hanif dalam keterangannya, Jumat (28/2/2025).
Hanif menegaskan bahwa driver ojol berstatus sebagai mitra, bukan pekerja formal, sehingga THR bukanlah hak yang wajib diberikan oleh aplikator.
Meski demikian, dia mengakui bahwa ketergantungan pengemudi pada platform membuat hubungan kemitraan ini semakin kompleks, karena tanpa aplikator tentunya para mitra akan kesulitan untuk mendapatkan penghasilan.
Dia mengingatkan bahwa memaksa perusahaan platform memberikan THR tanpa dasar regulasi yang jelas dapat menjadi preseden buruk.
Hanif juga menyarankan agar regulasi yang diperkuat berfokus pada perlindungan sosial bagi pekerja gig, misalnya melalui jaminan sosial berbasis kontribusi.
Dia turut mengingatkan bahwa beban finansial tambahan bagi perusahaan dapat berdampak negatif, seperti kenaikan tarif, pemotongan insentif, atau pemutusan kemitraan dengan jutaan mitra.
“Pemerintah perlu untuk berhati-hati dalam menetapkan regulasi terkait THR agar tetap menjaga keseimbangan antara fleksibilitas kerja dan perlindungan bagi para pekerja,” tegasnya.
Di samping itu, Pemerintah mulai terlibat dengan menciptakan beberapa inisiatif hingga berencana mewajibkan pemberian THR bagi mitra platform digital yang tentunya juga menuai pro dan kontra.
Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) mendesak pemerintah agar menetapkan regulasi yang mewajibkan perusahaan ride-hailing memberikan THR dalam bentuk tunai, bukan insentif.
Namun, kebijakan ini dinilai dapat menjadi beban tambahan bagi perusahaan dan berisiko menghambat pertumbuhan industri ini ke depan.
Agung Yudha, Direktur Eksekutif Asosiasi Mobilitas dan Pengantaran Digital Indonesia (Modantara) - asosiasi yang menaungi pelaku industri mobilitas dan pengantaran berbasis platform digital di Indonesia, memahami semangat gotong royong dalam mendukung Mitra di Hari Raya serta menghargai perhatian pemerintah terhadap Mitra platform digital.
Namun, perlu diingat jika kebijakan yang diatur tidak berimbang maka berpotensi menimbulkan dampak ekonomi serius bagi industri berkembang yang memiliki ekosistem bisnis yang unik, dibandingkan sektor konvensional.
Dalam praktiknya, pelaku industri on-demand masih menghadapi berbagai tantangan dalam mengusahakan pertumbuhan bisnisnya yang berkelanjutan.
“Diberlakukannya kebijakan baru terkait Bantuan Hari Raya (BHR) ini, bisa berpotensi membuat pelaku industri harus melakukan berbagai penyesuaian bisnis yang dapat berdampak pada pengurangan program kesejahteraan jangka panjang yang selama ini telah diberikan untuk Mitra,” ujar Agung Yudha.
Lebih lanjut, sektor platform digital (aplikator) telah memberikan akses bagi jutaan individu untuk memperoleh penghasilan alternatif dengan fleksibilitas tinggi, sebuah karakteristik utama yang menjadi daya tarik industri ini.
Berdasarkan data ITB (2023), model kerja fleksibel ini bahkan telah berkontribusi pada 2% dari PDB Indonesia pada tahun 2022.
Kemudian, Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) BPS, Indonesia memiliki 84,2 juta pekerja informal, dengan 41,6 juta di antaranya sebagai pekerja gig.
Dari jumlah tersebut, sekitar 1,8 juta atau 4,6% bekerja di layanan ride-hailing seperti ojek dan taksi online.(lkf)
Load more