Akademisi Sebut Asas Dominus Litis Perlu Jadi Bagian RUU KUHAP dan KUHP
- Freepik
Jakarta, tvOnenews.com - Asas dominus litis dalam revisi KUHAP dan KUHP menyita banyak perhatian publik.
Dosen Hukum Acara Pidana Universitas Indonesia (UI), Febby Mutiara Nelson menyebut jika dominus litis sebagai bentuk supervisi dan koordinasi antara penyidik dan penuntut umum.
Febby mengatakan Pasal 132 KUHP 1/2023 memperlihatkan pergeseran paradigma dalam sistem peradilan pidana Indonesia.
- Istimewa
Menurutnya penuntutan tidak lagi hanya dimulai setelah penyidikan selesai tetapi mencakup seluruh proses sejak tahap penyidikan.
"KUHAP harus mengalami revisi agar selaras dengan pendekatan KUHP Nasional, terutama dalam hal supervisi dan koordinasi antara penyidik dan penuntut umum. Penguatan hubungan ini akan mencegah kesalahan prosedural, meningkatkan akuntabilitas, serta memastikan bahwa setiap perkara yang diajukan ke pengadilan memenuhi standar hukum yang jelas," kata Febby dalam kegiatan seminar nasional bertajuk 'Kebaruan KUHP Nasional dan Urgensi Pembaharuan KUHAP: Mewujudkan Sistem Peradilan Pidana yang Berkeadilan', Jakarta, Sabtu (22/2/2025).
Febby menuturkan dominus litis yang menempatkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai pemegang kendali perkara pidana menjadi elemen penting dalam menjaga keseimbangan antara hak tersangka, kepentingan korban, dan kepastian hukum.
Kata Febby, prinsip Due Process of Law yang menekankan kualitas dalam proses hukum menjadi fondasi dalam sistem peradilan yang baru.
Hal ini memastikan bahwa setiap tahapan penegakan hukum dilakukan secara adil, transparan, dan akuntabel.
Selain itu, ia menekankan KUHAP juga perlu mengintegrasikan mekanisme penghentian penyidikan dan penuntutan dalam satu sistem yang lebih terpadu.
"Dengan sistem yang lebih sinkron, proses peradilan diharapkan lebih efisien dan transparan, serta menghindari tumpang tindih kewenangan yang dapat merugikan para pihak," katanya.
Sementara, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Prof. Hibnu Nugroho menyoroti masih adanya fragmentasi antara kepolisian dan kejaksaan dalam tahap pra-ajudikasi.
Ia menjelaskan hal tersebut dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.
"Oleh karena itu, penyelarasan peran antara penyidik dan penuntut umum melalui konsep dominus litis menjadi langkah strategis dalam mewujudkan asas peradilan yang cepat dan biaya ringan dengan mengurangi duplikasi kerja antara penyidik dan penuntut umum," kata Hibnu.
Hibnu berpendapat penguatan dominus litis juga bertujuan untuk menghindari kesewenang-wenangan aparat penegak hukum.
Selain itu, hal ini berfungsi menjaga keseimbangan antara hak tersangka dan hak korban sehingga tidak ada pihak yang dirugikan dalam proses peradilan.
Lebih lanjut, ia menggarisbawahi dominus litis juga memainkan peran penting dalam meningkatkan akuntabilitas aparat penegak hukum.
Dengan adanya pengawasan lebih kuat dari jaksa sejak tahap penyidikan peluang untuk terjadi penyalahgunaan wewenang dinilainya dapat diminimalkan.
"Hal ini sekaligus memastikan bahwa perkara yang diajukan ke pengadilan telah melalui proses penyidikan yang benar dan berbasis bukti yang kuat. Selain itu, penerapan dominus litis juga memungkinkan adanya peningkatan koordinasi lintas lembaga," terang Hibnu.
"Keberhasilan sistem peradilan pidana tidak hanya bergantung pada kepolisian dan kejaksaan, tetapi juga melibatkan pengadilan, lembaga pemasyarakatan, dan berbagai elemen lain dalam sistem hukum. Oleh karena itu, diperlukan sinergi yang kuat antar-lembaga agar tujuan utama peradilan yang cepat, transparan, dan berkeadilan dapat terwujud," pungkasnya. (raa)
Load more