Seorang Guru di Lampung Jadi Tersangka Baru Kasus Penipuan Deepfake Catut Prabowo, Raup Untung Rp65 Juta
- Istimewa
“Berdasarkan barang bukti yang ditemukan sejak bulan Desember, tersangka telah meraup keuntungan kurang lebih sebesar Rp65 juta yang juga korbannya kurang lebih 100 orang, berasal dari 20 provinsi dengan jumlah korban terbanyak berasal dari provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Papua,” ucap Himawan.
Adapun dalam penangkapan ini pihak kepolisian berhasil menyita sejumlah barang bukti berupa empat unit handphone, 1 buah KTP, 1 buah kartu ATM.
Atas perbuatannya tersebut tersangka dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau penipuan Pasal 51 Ayat 1 Junto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik dengan ancaman dipidana pidana penjara paling lama 12 tahun dan atau dendang paling banyak Rp12 miliar.
Kemudian juga Pasal 378 KUHP dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp500 juta.
Sebelumnya diberitakan, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap seorang pria berinisial AMA (29) atas kasus deepfake video Presiden Prabowo Subianto dan sejumlah pejabat.
Dia ditangkap di Dusun 1 RT/RW 002/001, Kelurahan Bumi Nabung Ilir, Kecamatan Bumi Nabung, Kabupaten Lampung Tengah.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol. Himawan Bayu Aji mengungkap, tersangka AMA menggunakan Artificial Intilligence (AI) Presiden Prabowo Subianto, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Video itu kemudian disebar tersangka ke media sosial untuk menjaring para korban.
“Isi konten menawarkan bantuan pemerintah kepada masyarakat yang membutuhkan,” ungkap Brigjen. Pol. Himawan dalam konferensi pers, Kamis (23/1/25).
Menurut Direktur, dalam video tersebut ditulis nomor Whatsapp yang dapat dihubungi oleh tersangka dengan harapan ada calon korban yang menghubungi.
Jika ada korban yang menghubungi nomor tersebut, maka akan diarahkan oleh tersangka untuk mengikuti pengisian pendaftaran penerima bantuan.
“Setelah itu, korban diminta untuk mentransfer sejumlah uang dengan alasan biaya administrasi dan kemudian akan terus dijanjikan pencairan dana oleh tersangka hingga korban mentransfer kembali, walaupun sebenarnya dana bantuan tersebut tidak pernah ada,” jelas Direktur.
Load more