Jakarta, tvOnenews.com - Anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka, mengaku prihatin dengan kasus dugaan korupsi yang menimpa Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong.
Dalam video yang diunggah di akun media sosialnya pada Rabu (30/10/2024), Rieke yang akrab disapa Oneng, mengungkapkan ingatannya soal penolakan kerasnya terhadap permohonan impor gula mentah yang diusulkan Kemendag pada 2016.
"Saya ingat betul, peristiwa tahun 2016 itu benar-benar nyelekit. Waktu itu, saya dengan tegas menolak impor gula mentah 380.000 ton yang diajukan oleh mantan Mendag, yang katanya menyerahkan semuanya ke Tuhan," kata Rieke.
Alasan penolakannya didasarkan pada ketidakjelasan data dan peta jalan (road map) untuk impor tersebut, yang dinilainya merugikan petani tebu di Indonesia.
“Apakah benar saat itu kita butuh impor? Data analisis menunjukkan impor 380.000 ton gula akan bertepatan dengan panen raya tebu di Indonesia, yang jelas-jelas merugikan petani kita,” tambahnya.
Rieke juga mengenang adanya intimidasi yang dialaminya karena menolak rencana impor tersebut.
Ia menyatakan rasa syukurnya karena keputusannya terbukti benar, seiring dengan penetapan Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus impor gula ini.
"Doa orang yang teraniaya, termasuk petani tebu kita yang rugi, Masya Allah dikabulkan," ujarnya.
Rieke juga menyatakan dukungannya kepada Presiden Prabowo Subianto dalam perjuangan memberantas mafia pangan, termasuk dalam sektor gula.
"Saya mendukung penuh Presiden Prabowo untuk sikat habis mafia pangan, terutama soal impor gula yang data dan road map-nya tidak jelas," tegas Rieke.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Perdagangan Tahun 2015–2016 Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong, sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi kegiatan importasi gula periode 2015--2023 di Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qodar dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa, mengatakan bahwa Tom Lembong merupakan salah satu dari dua saksi yang ditetapkan sebagai tersangka pada hari ini.
“Pertama adalah TTL selaku Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015–2016,” kata Qohar.
Menurut dia, tersangka kedua berinisial CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis pada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) periode 2015–2016.
Qohar menjelaskan keterlibatan Tom Lembong dalam kasus tersebut bermula ketika pada tahun 2015, dalam rapat koordinasi antarkementerian disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula, sehingga tidak perlu impor gula.
Namun, pada tahun yang sama, Tom Lembong selaku Mendag pada saat itu memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah kepada PT AP.
“Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT. AP yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih,” ucapnya.
Padahal, kata dia, berdasarkan peraturan disebutkan bahwa yang diperbolehkan mengimpor gula kristal putih adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Tetapi berdasarkan persetujuan impor yang telah dikeluarkan oleh tersangka TTL, impor gula tersebut dilakukan oleh PT AP dan impor gula kristal mentah tersebut tidak melalui rapat koordinasi atau rakor dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan real gula di dalam negeri,” ujarnya.
Sedangkan keterlibatan CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis pada PT PPI periode 2015–2016 dalam kasus ini adalah ketika pada tahun 2015, Kemenko Perekonomian menggelar rapat yang pembahasannya terkait Indonesia kekurangan gula kristal putih sebanyak 200.000 ton pada tahun 2016.
Qohar menjelaskan bahwa CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT. PPI memerintahkan bawahannya untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula.
Seharusnya kata dia, untuk mengatasi kekurangan gula, yang harus diimpor adalah gula kristal putih. Akan tetapi, yang diimpor adalah gula kristal mentah dan diolah menjadi gula kristal putih oleh perusahaan yang memiliki izin pengelolaan gula rafinasi.
Setelah itu, PT. PPI seolah-olah membeli gula tersebut. Padahal, gula tersebut dijual oleh delapan perusahaan tersebut dengan harga Rp16.000 yang lebih tinggi di atas HET saat itu, yaitu sebesar Rp13.000.
“PT. PPI mendapatkan fee (upah) dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengelola gula tadi sebesar Rp105 per kilogram,” ucapnya.
Atas perbuatan keduanya, negara dirugikan sekitar Rp400 miliar.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 Tahun 2021 jo. UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi jo. Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.
Guna kebutuhan penyelidikan, kedua tersangka tersebut ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.
Diketahui, terkuaknya kasus tersebut dimulai pada Oktober 2023 ketika Kemendag diduga melakukan perbuatan melawan hukum dengan menerbitkan persetujuan impor gula kristal mentah yang dimaksud untuk diolah menjadi gula kristal putih kepada pihak-pihak yang diduga berwenang.
Selain itu, Kemendag juga diduga telah memberikan izin impor yang melebihi batas kuota maksimal yang dibutuhkan oleh pemerintah. (ebs)
Load more