Ditekankanya, program Kris, sebaiknya ditunda dengan fokus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan tidak menaikkan iuran untuk kelompok menengah ke bawah. Selanjutnya, pihak swasta diharapkan bisa menambah ruangan dengan catatan tidak mengurangi kualita pelayanan.
Sementara, Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan (PKR Kemenkes) Yuliastuti Saripawan, di acara diskusi tersebut optimis pihaknya bisa menjalankan program Kris sesuai jadwal, yaitu paling lambat 30 Juni 2025.
“Saya setuju dengan pelayanan tanpa diskriminasi atau tanpa kelas,” ujar Yuliastuti.
Menurutnya, ini adalah program yang sudah melalui evaluasi panjang. Pihaknya, telah mengevaluasi termasuk kesiapan dengan rumah sakit swasta. Program ini, seharusnya dilakukan di Tahun 2023 namun diundur dua tahun dengan berbagai persiapan menyeluruh.
Program ini, katanya, merupakan amanah dan regulasi sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 59 Tahun 2024 tepatnya Pasal 103b ayat 1. Isinya, ‘Penerapan Kris pada pelayanan rawat inap dilaksanakan menyeluruh untuk RS yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan paling lambat 30 juni 2025’.
Diketahui, diskusi ini mengangkat tiga isu penting yang mendapatkan perhatian masyarakat. Pertama, tentang Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), dan Upah Kuliah Tunggal (UKT).
Acara ini, dimoderatori oleh Syarifah Soraya Said. Tampil sebagai pembicara, Deputi Direksi Kebijakan Penjamin Manfaat BPJS Kesehatan, Ari Dwi Aryani, Praktisi Kesehatan Hasbullah Tabrani, Presiden Federasi Serikat Pekerja Indonesia (FSPI) Riden Hatam Aziz, dan Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional, Agus Suprapto.(lgn)
Load more