Meulaboh, tvOnenews.com - Pernikahan dua pasangan etnis Rohingya di penampungan sementara di Kompleks Kantor Bupati Aceh Barat di Meulaboh pada Jumat (17/5/2024) lalu merupakan tindakan yang ilegal dan tidak sesuai aturan dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Hal ini ditegaskan oleh Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat Marhajadwal.
“Pernikahan warga etnis Rohingya ini tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,” kata Marhajadwal, Minggu (19/5/2024).
Marhajadwal mengatakan pernikahan dua pasangan etnis Rohingya masing-masing Zainal Tullah dengan Azizah dan Zahed Huseen dangan Rufias tersebut diduga dilaksanakan tidak sesuai dengan tata cara pernikahan yang diatur lazimnya dalam ajaran agama Islam dan pernikahan tersebut dipimpin oleh Jabir selaku ustaz di kalangan Rohingya.
Etnis Rohingya menikah di Aceh. Dok: Istimewa
Selain itu, Marhajadwal mengatakan salah satu pasangan yang telah menikah tersebut masih berumur 18 tahun.
Sehingga, secara aturan undang-undang setiap perempuan atau warga yang berusia di bawah 19 tahun harus mendapatkan izin dari pengadilan untuk bisa menikah.
Marhajadwal menegaskan aturan lainnya yang dilanggar dalam pernikahan tersebut selain tidak melaporkan pernikahan tersebut kepada KUA sebagai otoritas resmi pemerintah yang membidangi pernikahan dan kegiatan keagamaan adalah pernikahan tersebut juga tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Dalam undang-undang perkawinan, kata dia, pemerintah dengan jelas telah mengatur aturan pernikahan antara warga asing dengan Warga Negara Indonesia (WNI).
Sedangkan, aturan pernikahan warga asing dengan warga asing sejauh ini belum ada.
Sehingga, pihaknya memastikan pernikahan tersebut ilegal karena tidak sesuai dengan aturan dan perundang-undangan yang berlaku.
“Mereka pengungsi tanpa identitas, tidak memiliki paspor. Kalau pun kita minta syarat nikah termasuk dokumen kependudukan, pasti warga Rohingya ini tidak punya dokumen sehingga tidak bisa kita lakukan pencatatan pernikahan,” kata Marhajadwa.
Dihubungi UNHCR
Marhajadwal juga mengakui beberapa hari sebelum prosesi pernikahan dua pasangan etnis Rohingya tersebut, KUA Johan Pahlawan juga sudah dihubungi oleh petugas UNHCR.
Pihaknya telah memberikan persyaratan untuk menikah termasuk menyerahkan identitas kependudukan yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sehingga nantinya bisa diproses.
Namun, hingga pasangan etnis Rohingya menikah, hingga kini persyaratan yang telah diminta tersebut juga belum dipenuhi.
“Tidak mungkin pasangan etnis Rohingya tersebut berhasil memenuhi persyaratan pernikahan sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan karena minimal pasangan yang menikah harus sudah berusia 18 tahun plus satu hari dan harus ada izin pengadilan. Mereka juga tidak punya dokumen kependudukan yang resmi,” pungkas Marhajadwal. (ant/nsi)
Load more