"Jadi, proses penurunan para kru kapal juga tidak semau-maunya nakhoda, tapi sesuai prosedur. Lantas, kenapa KLHK justru sewenang-wenang?" tanya Pahrur.
"Kamu berharap kepada pemerintah, khususnya Imigrasi, agar segera mendeportasi ke-21 kru tersebut. Mereka manusia bebas dan merdeka, mereka berhak untuk bersatu kembali dengan keluarganya. Sehingga, tidak jadi masalah di kemudian hari di Batam," tandasnya.
Kasus ini bermula ketika Badan Keamanan Laut (Bakamla) mengamankan kapal MT Arman 114 di perairan Natuna, April 2023, karena diduga melakukan pemindahan minyak mentah ilegal secara ship to ship transhipment ke Kapal MT S Tinos berbendera Karibia, memalsukan sistem identifikasi otomatis (AIS), dan mencemari perairan.
Lantaran tidak memiliki kewenangan untuk menangani kasus tersebut, Bakamla lantas melimpahkan perkara kepada KLHK. Seiring waktu, nakhoda MT Arman telah ditetapkan sebagai tersangka dan perkara sudah bergulir di pengadilan. Pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Batam dijadwalkan pada Kamis (16/5).
Di sisi lain, karena tidak memegang paspor, ke-21 ABK MT Arman yang telah turun sempat diperiksa Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Batam, Senin (13/5). Imigrasi juga akan berkoordinasi dengan KLHK terkait dokumen para ABK.
"Kami akan berkoordinasi dengan KLHK untuk memeriksa dokumen mereka, seperti paspor dan lainnya. Namun, masih menunggu koordinasi dari KLHK karena saat ini dokumen tersebut masih di KLHK," urai Kabid Teknologi Informasi dan Komunikasi Keimigrasian Imigrasi Kelas I Khusus TPI Batam, Kharisma Rukmana. (ebs)
Load more