Terkuak, Alasan MK Putuskan Ambang Batas Parlemen, Singgung Jumlah Partai
- istimewa - Antara
Tak hanya itu saja, ambang batas parlemen 3,5% yang diterapkan pada Pemilu 2014 menghasilkan DPR yang diisi sepuluh partai.
Pada Pemilu 2019, ambang batas parlemen menjadi 4% dan menghasilkan DPR diisi sembilan partai.
"Berdasarkan bentangan empirik tersebut, peningkatan angka atau persentase ambang batas parlemen dapat dikatakan tidak signifikan mengurangi jumlah partai politik di DPR," papar MK.
Selanjutnya, Hakim MK juga sampaikan, bahwa penerapan ambang batas parlemen itu dapat dinilai tidak efektif dalam menyederhanakan jumlah partai politik di DPR.
Selain itu, tidak menemukan argumen ataupun metode memadai terkait penetapan besaran angka atau persentase ambang batas yang selalu berubah-ubah.
"Bahkan, merujuk keterangan pembentuk undang-undang, yaitu Presiden dan DPR terhadap permohonan a quo, Mahkamah
tidak menemukan dasar rasionalitas dalam penetapan besaran angka atau persentase paling sedikit 4% dimaksud dilakukan dengan metode dan argumen penghitungan atau rasionalitas yang jelas," ungkapnya.
Selanjutnya MK juga paparkan alasannya soal penerapan PT berdampak pada konversi suara sah menjadi jumlah kursi DPR.
Dalam pertimbangannya, hakim MK mengatakan suara yang terbuang atau tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR pada Pemilu 2009 sebanyak 19.047.481 suara sah atau sekitar 18% dari suara sah nasional.
Pada Pemilu 2019, terdapat 13.595.842 suara tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR atau sekitar 9,7% suara sah nasional.
Pada Pemilu 2014, kata hakim MK, terdapat 2.964.975 suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR atau sekitar 2,4% dari suara sah nasional.
"Namun secara faktual jumlah partai politik di DPR lebih banyak dibandingkan hasil Pemilu 2009 dan Pemilu 2019, yaitu 10 (sepuluh) partai politik," pungkas MK.
Disebutkan MK, bahwa fakta tersebut membuktikan hak konstitusional pemilih menjadi hangus atau tidak dihitung dengan alasan penyederhanaan partai politik demi menciptakan sistem pemerintahan presidensial yang kuat dengan ditopang lembaga perwakilan yang efektif.
Padahal, kata MK, prinsip demokrasi menempatkan rakyat sebagai pemilik kedaulatan.
"Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, namun kebijakan ambang batas parlemen telah ternyata mereduksi hak rakyat sebagai pemilih. Hak rakyat untuk dipilih juga direduksi ketika mendapatkan suara lebih banyak namun tidak menjadi anggota DPR karena partainya tidak mencapai ambang batas parlemen," ucap MK.
Load more