Jakarta, tvOnenews.com - Sebuah ruko milik warga Harijanto Latifah, yang berada di Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, tiba-tiba berpindah kepemilikan ke oknum pejabat Polri.
Kasus ini bermula saat Harijanto berencana menjual tanah beserta bangunan ruko seluas 372 meter persegi miliknya, pada tahun 2006 silam.
Di masa pencarian pembelian, seorang calon pembeli HS mendapatkan informasi dari rekannya berinisial S yang mengatakan bahwa ruko milik Harijanto dijual.
HS mengaku kepada S bahwa dirinya ingin membeli ruko tersebut untuk sang anak berinisial TR.
Kuasa Hukum Harijanto, Venny Tresia mengatakan bahwa S langsung mengajak Harijanto bertemu dengan TR tanpa diperkenalkan terlebih dahulu dengan HS.
"Harijanto diajak S untuk menemui anak HS, yakni TR untuk langsung membuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) bangunan ruko. Lalu S kembali datang ke rumah Harjianto membawa PPJB, Akta Kuasa serta Akta Persetujuan," kata Venny, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dikutip Jumat (17/11/2023).
Lewat PPJB tersebut, kata Venny, kliennya Harijanto menyepakati bahwa bangunan dan ruko miliknya akan dibeli seharga Rp4,5 miliar.
Lantas karena ada kesepakatan dari Harijanto, pihak S kembali datang untuk meminjam sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dengan alasan akan dicek ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), sebelum akad jual beli dilaksanakan.
Akan tetapi, Venny mengungkapkan sertifikat HGB tersebut justru diberikan kepada HS, tanpa sepengetahuan Harijanto.
"Sejak saat itu sertifikat tersebut tidak kembali lagi kepada Harijanto sampai saat ini," tukasnya.
Lalu, S membawa pemilik ketemu dengan TR di salah satu hotel yang sudah datang bersama dengan Notaris Cibinong untuk membuat PPJB saat itu juga.
Lewat pertemuan itu pula, ruko milik Harjianto tiba-tiba sudah berpindah tangan, dan kini disewakan ke salah satu bank BUMN selama tiga tahun dengan nilai sewa sebesar Rp1,6 miliar.
Bahkan Venny menegaskan bahwa HS dan sang anak, TR tidak pernah menyelesaikan pembayaran atas ruko tersebut.
Karena kasus ini pula, Harijanto beberapa kali membuat laporan polisi hingga ke tahap Bareskrim Polri, akan tetapi tidak ada hasil yang signifikan hingga empat kali pergantian Kapolri.
Lantas, Venny menduga bahwa hal ini terjadi karena HS merupakan mantan pejabat di kepolisian. Maka dari itu, guna memperjuangkan haknya, Harijanto kembali membuat gugatan terhadap HS, TR, dan S ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sebelumnya, pada sidang perdata yang digelar Rabu (15/11/2023), pihak Harijanto menghadirkan saksi ahli hukum perdata, Profesor Doktor BF Sihombing.
Dalam keterangannya, Sihombing mengatakan, gugatan wanprestasi diatur dalam Pasal 14 dan 53 KUHPerdata.
Yang mana, dia meminta pihak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melakukan Peninjauan Setempat (PS), agar permasalahan menjadi terang benderang.
"Ketua dan Anggota Majelis saya sarankan untuk Peninjauan Setempat (PS), atau peninjauan lokasi, supaya objek perkara ini makin terang benderang jelas," kata dia.
"Di mana objek tanahnya itu, bagaimana batas-batasnya, siapa yang menguasai fisik sampai saat ini, nah itu tindaklanjutnya.
Nah kesimpulan itu pada umumnya, baru putusan kalo tidak ada PS, tapi kalo ada PS, PS dulu baru putusan," sambungnya. (agr/mii)
Load more