Warisan Sumpah Pemuda, Merawat dan Memuliakan Bahasa Indonesia!
- Antara
Semisal kata: aamiin, shalat, wudhu, ramadhan. Serapan kosakata dari bahasa Arab ini telah mengalami moderasi dan kurasi oleh ahli bahasa yang dibakukan dalam KBBI menjadi: amin, salat, wudu, ramadan.
Kata “amin” dalam bahasa Indonesia memiliki kategori kata partikel yang bermakna “terimalah”, “kabulkanlah”, tetapi kata “amin” dengan alif dan mim sama-sama terbaca pendek, dalam bahasa Arab memiliki arti aman atau tentram. Oleh karena itu, masyarakat (khususnya muslim yang paham nahwu shorof) tetap memilih wujud kata aslinya dari bahasa Arab, di mana alif dan mim sama-sama dibaca panjang, aamiin.
Sedangkan “shalat” suku kata awal berasal dari huruf ص bukan س, maka sebagian orang akan merasa kurang nyaman untuk menyebut “salat” selain lebih mirip nama makanan, juga tidak sesuai dengan huruf asal yang diserap. Begitu pula dengan “wudhu” dan “ramadhan” yang huruf akhirnya berasal dari ض (dh) dan bukan د yang bisa dikonversi menjadi huruf “d”.
Agar dalam menetapkan sebuah padanan kata dapat berterima oleh masyarakat pengguna, memang mesti memperhatikan suasana kebatinan dari makna kata yang hendak diserap, pun konversi huruf yang lebih tepat. Namun, apa pun karya dan buatan manusia tetaplah menyisakan ruang untuk diskusi dan dikritisi. Lain halnya bila itu kitab suci yang tidak boleh dibantah, kecuali hanya untuk ditaati.
Sementara di luaran sana banyak perilaku berbahasa yang keinggris-inggrisan dengan motif untuk meningkatkan cita rasa kata sehingga terkesan mengandung estetika. Seperti fenomena bahasa “Jaksel” yang populer di kalangan anak muda karena dianggap dapat meningkatkan gengsi dan status sosial.
Adapula penggunaan istilah dan sebutan dalam bahasa Inggris yang dijadikan peluang bisnis oleh kalangan oportunis didorong motivasi psikolinguistik, mereka menganggap bahwa bahasa Inggris itu keren. Dengan menggunakan nama asing, diyakini dapat meningkatkan nilai ekonomis suatu benda.
Dalam bidang kuliner, praktik “nginggris” ini sangat lazim. Semisal di restoran harga iced tea bisa belasan ribu rupiah, sedangkan di warung makan harga es teh hanya sekitar tiga ribuan rupiah, dengan wujud minuman yang sama. Yang membedakan hanya tampilan penyajian dan namanya. Segala menu makanan dan minuman yang ditawarkan dalam bahasa asing, biasanya harganya juga naik kelas.
Load more