Lembaga itu justru menilai BP Batam, selaku pihak yang berwenang atas iklim masuk investasi di Batam terlihat memiliki kuasa atas Kepolisian.
"Sebagai contoh, di tanggal 7 September 2023, bentrokan akhirnya pecah dan terjadi kekerasan tak terlepas dari permintaan pengawalan BP Batam kepada Polresta Barelang untuk mengawal aktivitas pematokan lahan. Hal ini problematik dan tidak perlu, sebab pematokan tanah seharusnya tidak diiringi pendekatan keamanan yang melibatkan aparat TNI-Polri," papar hasil dokumen hasil investigasi HAM itu.
Lebih jauh, pola kekerasan yang berelasi dengan kepentingan investasi berakar pada suatu lokasi yang ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Atas nama PSN semuanya bisa dilakukan, seperti menggusur dan merampas ruang hidup masyarakat.
"Temuan kami menunjukkan bahwa aparat di lapangan seringkali “berpihak” pada perusahaan dan mengabaikan tuntutan masyarakat."
Sementara itu Menteri Bahlil menegaskan, percepatan pelaksaan proyek Rempang Eco-City seolah olah berkejaran dengan waktu. Menurut Bahlil, investasi itu tidak seperti buah yang tumbuh dari sebuah pohon. Investasi itu harus direbut, sehingga bisa menciptakan lapangan pekerjaan.
"Kami ini berkompetisi, negara tujuan foreign direct investment (FDI) terbesar di ASEAN saat ini diraih negara Singapura di posisi pertama. Sementara itu, Indonesia dengan luas wilayah lebih besar, justru berada di posisi kedua. Ini kami mau merebut investasi untuk menciptakan lapangan pekerjaan," kata Bahlil di Batam Kepulauan Riau, Minggu (17/9).
Untuk itu, Bahlil menegaskan, perebutan proyek investasi asing ini butuh kecepatan dan ketepatan yang tidak menimbulkan kerugian di satu pihak.
Load more