Sementara itu, diketahui bahwa hukuman mati bukanlah sebuah vonis yang bisa langsung dilaksanakan pasca sidang putusan. Menurut KUHAP yang berlaku di Indonesia dilansir dari laman resmi Mahkamah Agung Republik Indonesia ada 3 upaya hukum biasa yang bisa dilakukan oleh terpidana mati.
Langkah hukum yang dapat dilakukan di antaranya adalah banding, kasasi, dan peninjauan kembali. Selain upaya hukum, seorang terpidana mati juga bisa memohon pengampunan atas perbuatannya.
Pengampunan tersebut terdiri dari grasi, amnesti, dan abolisi. Ketiga pengampunan tersebut dapat menghindarkan seseorang dari vonis hukuman mati yang telah didapatkannya.
Tata cara hukuman mati
Dilansir dari laman YouTube Kompas TV yang mengutip pada Pasal 11 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri.
Sementara mengacu pada Pasal 1, hukuman mati di Indonesia dilakukan dengan cara ditembak sampai mati. Sementara tata cara pelaksanaan pidana mati telah disempurnakan melalui Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010.
Sesuai dengan Pasal 15, berikut proses hukuman mati di Indonesia:
Halaman Selanjutnya :
Terpidana diberikan pakaian yang bersih, sederhana, dan berwarna putih sebelum dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati. Pada saat dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati, terpidana dapat didampingi oleh seorang rohaniawan. Regu pendukung telah siap di tempat yang telah ditentukan, 2 jam sebelum waktu pelaksanaan pidana mati. Regu penembak telah siap di lokasi pelaksanaan pidana mati, 1 jam sebelum pelaksanaan dan berkumpul di daerah persiapan. Regu penembak mengatur posisi dan meletakkan 12 pucuk senjata api laras panjang di depan posisi tiang pelaksanaan pidana mati pada jarak 5 meter sampai 10 meter dan kembali ke daerah persiapan. Komandan Pelaksana melaporkan kesiapan regunya kepada jaksa eksekutor dengan ucapan, "Lapor, pelaksanaan pidana mati siap." Jaksa eksekutor mengadakan pemeriksaan terakhir terhadap terpidana mati dan persenjataan yang digunakan untuk pelaksanaan pidana mati. Setelah pemeriksaan selesai, jaksa eksekutor kembali ke tempat semula dan memerintahkan kepada Komandan Pelaksana dengan ucapan, "Laksanakan." Kemudian Komandan Pelaksana mengulangi dengan ucapan, "Laksanakan." Komandan Pelaksana memerintahkan Komandan Regu Penembak untuk mengisi amunisi dan mengunci senjata ke dalam 12 pucuk senjata api laras panjang dengan 3 butir peluru tajam dan 9 butir peluru hampa yang masing-masing senjata api berisi 1 butir peluru, disaksikan oleh jaksa eksekutor. Jaksa eksekutor memerintahkan Komandan Regu 2 dengan anggota regunya untuk membawa terpidana ke posisi penembakan dan melepaskan borgol lalu mengikat kedua tangan dan kaki terpidana ke tiang penyangga pelaksanaan pidana mati dengan posisi berdiri, duduk, atau berlutut, kecuali ditentukan lain oleh jaksa. Terpidana diberi kesempatan terakhir untuk menenangkan diri paling lama 3 menit dengan didampingi seorang rohaniawan. Komandan Regu 2 menutup mata terpidana dengan kain hitam, kecuali jika terpidana menolak. Dokter memberi tanda berwarna hitam pada baju terpidana tepat pada posisi jantung sebagai sasaran penembakan, kemudian dokter dan Regu 2 menjauhkan diri dari terpidana. Komandan Regu 2 melaporkan kepada jaksa eksekutor bahwa terpidana telah siap untuk dilaksanakan pidana mati. Jaksa eksekutor memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Pelaksana untuk segera melaksanakan penembakan terhadap terpidana. Komandan Pelaksana memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Regu Penembak untuk membawa regu penembak mengambil posisi dan mengambil senjata dengan posisi depan senjata dan menghadap ke arah terpidana. Komandan Pelaksana menghunus pedang sebagai isyarat bagi regu penembak untuk membidik sasaran ke arah jantung terpidana. Komandan Pelaksana mengacungkan pedang ke depan setinggi dagu sebagai isyarat kepada regu penembak untuk membuka kunci senjata. Komandan Pelaksana menghentakkan pedang ke bawah pada posisi hormat pedang sebagai isyarat kepada regu penembak untuk melakukan penembakan secara serentak. Setelah penembakan selesai, Komandan Pelaksana menyarungkan pedang sebagai isyarat kepada regu penembak mengambil sikap depan senjata. Komandan pelaksana, Jaksa Eksekutor, dan dokter memeriksa kondisi terpidana dan apabila menurut dokter bahwa terpidana masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan, Jaksa Eksekutor memerintahkan komandan pelaksana melakukan penembakan pengakhir; Komandan pelaksana memerintahkan komandan regu penembak untuk melakukan penembakan pengakhir dengan menempelkan ujung laras senjata genggam pada pelipis terpidana tepat di atas telinga; Penembakan pengakhir ini dapat diulangi, apabila menurut keterangan dokter masih ada tanda-tanda kehidupan; Pelaksanaan pidana mati dinyatakan selesai, apabila dokter sudah menyatakan bahwa tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan pada terpidana; Selesai pelaksanaan penembakan, komandan regu penembak memerintahkan anggotanya untuk melepas magasin dan mengosongkan senjatanya; dan Komandan pelaksana melaporkan hasil penembakan kepada Jaksa Eksekutor dengan ucapan “PELAKSANAAN PIDANA MATI SELESAI”.
Load more