Kota El-Fasher Jatuh ke Tangan RSF, Ribuan Warga Sipil Tewas: Sudan Kini Terbelah Dua!
- Associated Press
Jakarta, tvOnenews.com - Perang saudara di Sudan memasuki babak paling berdarah setelah pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) merebut kota El-Fasher, ibu kota Negara Bagian Darfur Utara, dari tentara nasional Sudan (SAF).
Kota strategis ini resmi jatuh ke tangan RSF pada Minggu (26/10/2025) setelah dikepung selama 18 bulan, sebagaimana dilaporkan Al Jazeera. Pengepungan berkepanjangan itu memutus pasokan makanan dan kebutuhan pokok bagi ratusan ribu warga sipil yang terjebak di dalam kota.
Menurut laporan tentara Sudan, sekitar 2.000 orang tewas hingga Rabu (29/10/2025). Sementara Jaringan Dokter Sudan (Sudan Doctors Network) memperkirakan korban mencapai 1.500 jiwa. El-Fasher menjadi wilayah terakhir yang dikuasai SAF di kawasan Darfur sebelum akhirnya direbut RSF.
Pengepungan dan Kekejaman RSF
Sekitar 1,2 juta warga sipil yang terjebak di El-Fasher dilaporkan bertahan hidup dengan memakan pakan ternak karena kelangkaan bahan makanan. RSF diketahui membangun barikade sepanjang 56 kilometer untuk menutup akses bantuan kemanusiaan dan jalur evakuasi.
Rekaman video yang diverifikasi Al Jazeera memperlihatkan tindakan brutal: tentara RSF mengeksekusi dan menyiksa warga sipil. Organisasi medis dan hak asasi manusia di Sudan juga melaporkan pembunuhan massal, penahanan sewenang-wenang, hingga serangan terhadap rumah sakit.
Kantor HAM PBB menyebut RSF melakukan eksekusi terhadap warga yang melarikan diri, bahkan dengan indikasi motif etnis di balik kekerasan tersebut.
Analisis dari Humanitarian Research Lab (HRL) Universitas Yale mengonfirmasi adanya tanda-tanda pembunuhan massal melalui citra satelit dan data sensor jarak jauh. HRL menemukan kluster objek mencurigakan serta perubahan warna tanah yang diduga sebagai kumpulan jenazah dan genangan darah yang tidak terlihat sebelum invasi RSF.
Ratusan Ribu Warga Masih Terjebak
Dalam dua hari terakhir, lebih dari 26.000 orang berhasil melarikan diri dari El-Fasher menuju Tawila, sekitar 70 kilometer di barat kota. Namun, 177.000 warga sipil dilaporkan masih terjebak tanpa akses bantuan, menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM).
Kekerasan juga meluas ke Kota Bara, Negara Bagian Kordofan Utara, yang direbut RSF pada 25 Oktober. Di sana, pasukan paramiliter menyerang warga sipil dan pekerja kemanusiaan. Federasi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional (IFRC) mengonfirmasi lima sukarelawan tewas dan tiga lainnya hilang dalam insiden tersebut.
Titik Kritis Perang Sudan
Kini, kota El-Fasher dan El-Obeid menjadi medan tempur utama dalam perang saudara Sudan. RSF telah menguasai hampir seluruh wilayah barat, sementara SAF masih bertahan di bagian timur dan tengah Sudan.
El-Fasher yang sebelumnya menjadi benteng terakhir SAF di Darfur kini mempertegas peta konflik: Sudan terbagi dua, antara barat di bawah kendali RSF dan timur di bawah SAF.
El-Obeid sendiri merupakan ibu kota Kordofan Utara, wilayah kaya minyak yang berfungsi sebagai jalur penghubung antara Darfur dan Khartoum. Kota itu masih dikuasai SAF, namun RSF mempersempit jarak pengepungan setelah merebut Bara, kota berjarak 59 kilometer dari El-Obeid.
Menurut data Mercy Corps, sedikitnya 137.000 pengungsi kini berlindung di El-Obeid di tengah ancaman serangan berikutnya dari RSF.
Pernyataan Dua Kubu
Pemimpin SAF sekaligus kepala de facto Sudan, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, menyatakan mundur dari El-Fasher dilakukan untuk menghindari pembunuhan massal warga sipil. Ia berjanji akan membalas serangan RSF yang menewaskan ribuan orang.
“Kami akan membalas apa yang terjadi pada rakyat kami di El-Fasher,” kata Burhan.
Sementara itu, pemimpin RSF, Mohammed Hamdan Dagalo, mengklaim pasukannya berjuang untuk menyatukan Sudan di bawah demokrasi sejati dan berjanji mengadili siapa pun yang terbukti melakukan kejahatan terhadap warga sipil.
Namun bagi jutaan warga Sudan yang kini hidup dalam ketakutan, perang saudara ini masih jauh dari kata selesai. (nsp)
Load more