Tiga Kubu Berseteru Berunding di Jakarta, Akhir Junta Myanmar Sudah Dekat?
- ANTARA
Demiliterisasi tatanan sipil
Situasi Myanmar semakin kritis, sampai Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pun mengungkapkan eskalasi konflik Myanmar sejak "Operasi 1127" sangat besar, baik dari skala maupun cakupan geografinya.
Mengutip laporan The Guardian, PBB menyimpulkan junta kini kesulitan menghadapi perlawanan bersenjata yang semakin luas dan terkoordinasi di seluruh Myanmar. Presiden Myanmar Myint Swe sendiri menyatakan negaranya terancam terpecah belah, jika aparat tidak segera bertindak.
Situasi-situasi ini mungkin menjadi faktor yang memaksa pihak-pihak yang bertikai, termasuk junta, masuk meja perundingan. Lain hal, kubu oposisi semakin percaya diri, sehingga bisa menjadi pihak yang mengendalikan syarat-syarat perundingan.
Situasi Myanmar itu sendiri tak lepas dari faktor China. Sejumlah kalangan menilai pendulum perang yang berubah itu tak akan terjadi tanpa lampu hijau China kepada pemberontak.
China yang juga menyokong junta, disebut-sebut sudah tak sabar melihat ketidakberhasilan junta menciptakan stabilitas di Myanmar, padahal faktor ini penting karena membuat China bisa memastikan keamanan kepentingan-kepentingannya di Myanmar, termasuk jalur pipa minyak yang membentang dari China selatan hingga perairan Myanmar di tepi Samudera Hindia.
Di sisi lain, momentum yang sedang berpihak kepada kekuatan-kekuatan anti-junta, bisa menciptakan masalah baru di Myanmar.
Mereka bersatu saat ini, namun begitu junta tumbang, bisa jadi persaingan antarkelompok kembali muncul ke permukaan.
Situasi seperti itu bisa membuat Myanmar dihadapkan kepada disintegrasi, yang tak hanya merugikan Myanmar, tapi juga kawasan, khususnya masalah pengungsi.
Saat ini saja, China, Thailand, dan India menghadapi masalah arus pengungsi dari Myanmar yang meninggalkan negaranya demi menghindari perang yang kian ganas.
Untuk itu, ASEAN perlu mencegah kecenderungan itu dengan menyiapkan skenario pascaperang untuk memastikan Myanmar tetap bersatu dan inklusif.
Diharapkan dengan cara begitu Myanmar bisa stabil yang pada gilirannya mendorong ASEAN stabil, sehingga bisa menyikapi segala situasi global yang semakin rumit saja dengan baik dan solid.
Myanmar yang memiliki wilayah terluas kedua di Asia Tenggara setelah Indonesia harus dihindarkan dari disintegrasi, dengan membunuh bibit-bibit perpecahan sejak dini.
Salah satu bibit perpecahan itu adalah militerisasi politik di sana. Untuk itu, membarikade militer untuk tak lagi mengurusi politik dan tatanan sipil di Myanmar seperti diinginkan bagian terbesar rakyat Myanmar, adalah keniscayaan.(ant/bwo)
Load more