Banjir dan Longsor di Aceh Meluas, Begini Cara Efektif Menanggulangi Bencana Menurut Ahli dan Respons Cepat di Lapangan
- Istockphoto
tvOnenews.com - Penanggulangan bencana, khususnya banjir dan longsor seperti yang melanda Aceh, membutuhkan kesiapsiagaan menyeluruh mulai dari mitigasi, respons cepat, hingga pemulihan awal.
BNPB menekankan bahwa upaya mitigasi tak hanya bergantung pada infrastruktur fisik seperti penguatan tebing sungai dan perbaikan drainase, tetapi juga edukasi masyarakat, pemetaan risiko, serta kesiapan sistem peringatan dini.
Di Aceh, curah hujan ekstrem yang memicu meluapnya sungai dan pergeseran tanah memperlihatkan betapa pentingnya kolaborasi semua pihak, relawan, pemerintah daerah, dan warga, untuk bergerak cepat melakukan evakuasi, distribusi logistik, dan memastikan wilayah terisolasi tetap mendapatkan bantuan.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menegaskan bahwa langkah paling penting dalam menanggulangi banjir adalah pencegahan berbasis mitigasi struktural dan non-struktural, mulai dari penguatan daerah resapan, perbaikan drainase, hingga sistem peringatan dini.
Contoh implementasinya dapat dilihat pada program pengurangan risiko bencana di beberapa wilayah rawan yang mengintegrasikan pemetaan kawasan sungai serta edukasi warga.
Selain pencegahan, keberhasilan penanggulangan banjir ditentukan oleh respons cepat di lokasi terdampak. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) secara rutin merilis peringatan dini cuaca ekstrem agar pemerintah daerah dan masyarakat dapat bergerak lebih cepat dalam mengevakuasi warga.
BMKG menyebut, peningkatan curah hujan ekstrem dalam tiga tahun terakhir menjadi alasan mengapa kesiapsiagaan harus dilakukan sejak jauh hari.
Di lapangan, strategi penanganan bencana juga mencakup evakuasi, distribusi logistik darurat, komunikasi, posko kesehatan, serta pemulihan awal bagi masyarakat yang terdampak.
Sejumlah lembaga kemanusiaan dan relawan di Indonesia pun kerap bergerak sejak hari pertama bencana terjadi, terutama pada banjir besar seperti yang melanda Aceh pada akhir tahun ini.
Pendekatan yang cepat dan terkoordinasi terbukti mampu mempercepat pemulihan, mengurangi jumlah korban, serta memastikan bantuan tepat sasaran.
Melansir dari berbagai sumber, ACF sudah bergerak sejak hari pertama banjir dan longsor melanda Aceh. Mereka langsung turun ke wilayah terdampak tanpa menunggu kondisi stabil, dengan prioritas pada evakuasi warga dan distribusi logistik darurat.
“Di lapangan, tim masuk langsung ke kecamatan dan desa-desa terdampak untuk memastikan bantuan tepat sasaran dan benar-benar diterima warga,” ujar Founder Atjeh Connection Foundation (ACF), Amir Faisal Nek Muhammad.
Langkah awal dilakukan dengan mendirikan posko bantuan serta menyalurkan lebih dari 2 ton logistik darurat yang dikirim dari Jakarta ke Lhokseumawe menggunakan pesawat Hercules.
Cara ini dipilih untuk mempercepat pengiriman logistik ke daerah-daerah yang terisolasi dan sulit dijangkau jalur darat. Relawan ACF menyebar ke berbagai titik terdampak seperti Aceh Timur, Bireuen, Langsa, Aceh Utara, Aceh Tamiang, Pidie Jaya, Aceh Selatan, Bener Meriah, dan Aceh Tengah.
Salah satu medan tersulit terjadi di Kecamatan Peunaron, Aceh Timur, di mana akses Peureulak–Lokop lumpuh total. Relawan harus menempuh jalur ekstrem di kawasan Gunung Putoh sebelum akhirnya tiba di lokasi.
Sementara di Aceh Tamiang, mereka menemukan warga kesulitan mendapatkan logistik pangan. Karena itu, distribusi dilakukan melalui dua rute, yakni dari Medan dan Aceh Timur, agar bantuan tiba lebih cepat.
Di banyak titik yang mengalami gangguan jaringan, ACF juga menghadirkan perangkat komunikasi berbasis satelit untuk memudahkan koordinasi, pelaporan, serta komunikasi warga.
Selain logistik makanan, air bersih, serta perlengkapan darurat, lembaga tersebut membangun posko bantuan, dapur umum, dan posko kesehatan. Layanan kesehatan meliputi obat-obatan, pemeriksaan umum, serta bantuan medis awal.
Pada hari ke-13 pascabencana pun, tim masih berusaha menembus wilayah yang belum terjangkau bantuan. “Masih banyak masyarakat yang sangat membutuhkan bantuan, terutama makanan. Hari ini kami berpacu dengan waktu,” kata Amir Faisal.
Mereka juga membeli logistik dari toko-toko lokal agar roda ekonomi masyarakat tetap berputar. Rencana selanjutnya meliputi penambahan posko kesehatan, dapur umum, tim trauma healing, hingga pembangunan sumur air bersih di titik yang membutuhkan.
Atjeh Connection Foundation memiliki rekam jejak panjang dalam penanganan bencana nasional, termasuk Gempa Lombok 2018, gempa dan tsunami Palu-Donggala 2018, tsunami Banten 2018, banjir Bogor 2019, hingga berbagai respons sosial selama pandemi Covid-19. Lembaga ini juga menjalankan program-program sosial berkelanjutan seperti pembagian makan siang gratis dan beasiswa pendidikan.
“Setiap bencana bukan hanya soal bantuan, tapi soal kehadiran. Kami bergerak karena masyarakat butuh, bukan karena sorotan,” tegas Amir Faisal. Ia pun mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terus bersatu membantu warga agar tidak ada yang berjuang sendirian ketika bencana terjadi.
- Ist
Bencana banjir dan longsor yang melanda Aceh kembali mengingatkan bahwa kerja kemanusiaan tidak boleh berhenti pada distribusi bantuan darurat saja.
Keberlanjutan pemulihan, dukungan kesehatan, penguatan ekonomi lokal, dan pendampingan psikososial menjadi fondasi penting agar masyarakat dapat bangkit sepenuhnya. Upaya yang dilakukan relawan dan berbagai pihak menunjukkan bahwa solidaritas masih menjadi kekuatan utama di tengah krisis.
Dengan kolaborasi yang konsisten dan kesiapsiagaan yang lebih baik, Aceh diharapkan pulih lebih cepat sekaligus semakin tangguh menghadapi bencana di masa mendatang. (udn)
Load more