Polda Riau Ungkap Praktik Penjualan Lahan di Kawasan TNTN, Tokoh Adat Ditetapkan Tersangka
- Istimewa
Jakarta, tvOnenews.com - Kepolisian Daerah (Polda) Riau menetapkan seorang tokoh adat sebagai tersangka dalam kasus penjualan kawasan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).
Penyidik Ditreskrimsus Polda Riau menangkap tersangka berinisial Jas, alias Jasman (54).
Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan menyampaikan, pengungkapan kasus ini merupakan hasil kerja Satgas Penanggulangan Perambahan Hutan (PPH) dan bagian dari komitmen Polda dalam menjaga kelestarian lingkungan melalui pendekatan Green Policing.
“Tidak boleh ada toleransi bagi siapa pun yang menjadikan kawasan konservasi sebagai objek komersialisasi pribadi, sekalipun dengan tameng adat,” ujar Irjen Herry.
Menurut Herry, negara menghargai keberadaan hak ulayat dan struktur adat di Riau.
Namun, ketika klaim adat digunakan untuk kepentingan pribadi dan berdampak pada kerusakan lingkungan, maka negara wajib hadir untuk menegakkan hukum.
“TNTN adalah warisan ekologis yang tidak boleh dijadikan alat untuk mencari keuntungan,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur Reskrimsus Polda Riau Kombes Ade Kuncoro menjelaskan, Jasman yang menjabat sebagai Batin Muncak Rantau di Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, diketahui mengklaim sekitar 113.000 hektare kawasan TNTN sebagai tanah ulayat.
Tersangka kemudian menerbitkan surat hibah atas lahan tersebut kepada sejumlah pihak, di antaranya seorang bernama Dedi Yanto yang telah lebih dulu ditangkap.
Dari hasil penyidikan, diketahui bahwa Dedi membeli dua bidang lahan seluas total 20 hektare seharga Rp5 juta per bidang dari Jasman.
“Kami menemukan kebun sawit ilegal di kawasan hutan yang dijaga pekerja. Dari sana kami telusuri asal-usul lahan dan sampai pada surat hibah yang diterbitkan tersangka,” kata Kombes Ade.
Barang bukti yang disita antara lain salinan peta hak ulayat, surat hibah, cap stempel adat, serta dokumen struktur adat yang digunakan untuk meyakinkan pembeli.
Penyidik menjerat Jasman dengan Pasal 40B ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, juncto Pasal 55 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.
Polisi masih menyelidiki kemungkinan adanya pembeli lain serta sejauh mana surat hibah serupa telah beredar. Polda Riau juga tidak menutup kemungkinan untuk menetapkan tersangka tambahan.
“Ini adalah peringatan keras bagi siapa pun yang mencoba menyalahgunakan status adat untuk memperjualbelikan kawasan konservasi,” kata Kapolda Riau.
“Hutan tak berpengacara. Hukum yang harus menjadi pembelanya,” pungkasnya.(lgn)
Load more