“Dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan terhadap efektivitas dan akurasi penerima manfaat bansos, Komisi VIII DPR adalah satu-satunya pihak yang memiliki kewenangan untuk mengusulkan dan membatalkan penerima bansos serta memiliki akses langsung ke Menteri Sosial untuk menyampaikan evaluasi,” jelas Wisnu.
Wisnu menerangkan, PKH adalah program nasional yang ditetapkan oleh pusat yang sumber pendanaannya berasal dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten dan Kota, serta sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat.
Hal tersebut membuat pemerintah daerah juga memiliki peran dan kewenangan atas penyelenggaraan PKH meskipun sifatnya terbatas.
“Walaupun tidak memiliki kewenangan untuk menghapus KPM, pemerintah daerah punya kewenangan untuk mengusulkan kandidat penerima PKH kepada Kemensos RI melalui usulan berjenjang dengan memperhatikan hirarki kekuasaan. Selanjutnya, dari usulan tersebut akan ada validasi terlebih dulu oleh Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemensos RI dengan menerjunkan Pendamping PKH ke lapangan guna memeriksa apakah nama yang diusulkan layak atau tidak layak. Di akhir, penetapan layak atau tidaknya kandidat ada di tangan pemerintah pusat,” terang putra daerah Semarang ini.
Wakil rakyat dari Jateng I ini menambahkan, anggaran riil bansos PKH yang diterima langsung oleh KPM berasal dari dana APBN setelah mendapat persetujuan dari Komisi VIII DPR.
Sementara, dana yang diambil dari APBD Provinsi dan Kota/Kabupaten adalah anggaran penyertaan kegiatan PKH sebagai dukungan pelaksanaan PKH misalnya untuk fasilitasi sosialisasi, pemantauan, dan bantuan percepatan pemberdayaan KPM PKH.
“Selain tergambar dari sumber pendanaan, besarnya pengaruh pusat atas PKH ini juga tergambar dari kewenangan yang dimiliki di antaranya penetapan kandidat penerima PKH, penghapusan KPM PKH, penetapan nilai bansos, besar manfaat, jumlah penerima, serta lokasi penyaluran bansos,” jelas Wisnu.
Load more